RAKYATKU.COM -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah melaporkan hampir seluruh wilayah di Indonesia masuk ke dalam wilayah risiko tinggi multi bencana, baik gempa bumi, tsunami atau bencana alam lainnya.
Dampak bencana yang seringkali luput dari perhatian adalah gangguan kejiwaan atau trauma yang kerap dialami oleh para penyintas bencana alam.
Belum banyak tenaga kesehatan yang dapat memberikan bantuan psikologis dalam upaya penyembuhan luka emosional, terutama pada anak-anak. Hal ini yang melatarbelakangi digelarnya kegiatan pelatihan trauma healing oleh Yayasan Hadji Kalla.
Yayasan Hadji Kalla bekerja sama dengan Dompet Dhuafa, dan IMZ sukses menggelar pelatihan trauma healing atau dengan tema Psychological First Aid (PFA) kepada sejumlah masyarakat pemerhati kesehatan mental di Majene, Sulawesi Barat. Kegiatan ini berlangsung pada 7-8 Oktober 2021.
Abdul Hakim sebagai perwakilan Yayasan Hadji Kalla menyampaikan bahwa program ini menjadi salah satu instrumen penting dalam penanganan pasca bencana yang kini menjadi fokus dari Yayasan Hadji Kalla.
Yayasan Hadji Kalla melalui Bidang Kemanusiaan Lingkungan dan Kesehatan akan terus fokus menjalankan program kemanusiaan terutama penanganan pasca-bencana untuk membantu warga bisa cepat pulih dari trauma setelah bencana terjadi.
“Kita berharap ini adalah langkah awal yang baik untuk semua yang terlibat dalam program penanganan pasca-bencana alam, trauma psikologis adalah hal yang penting untuk menjadi fokus kita dalam membantu. Yayasan Hadji Kalla akan konsisten dalam menjalankan program ini di wilayah lain yang juga rawan terjadi bencana alam, sehingga penyembuhan trauma pasca-bencana bisa kita lakukan dengan cepat dan terarah,” katanya.
Kegiatan pelatihan ini diikuti oleh 63 peserta yang terdiri atas masyarakat umum dengan berbagai macam latar belakang. Terdiri atas guru, pegawai, mahasiswa, hingga para orang tua di wilayah Sulawesi Barat.
Baca Juga : Yayasan Hadji Kalla Dapatkan Penghargaan Brand Terpopuler Kategori Lembaga Filantropi di Tahun 2024
Kegiatan ini dibuka Abdul Hakim sebagai manajer Bidang Kemanusiaan dan Lingkungan Yayasan Hadji Kalla, Rahmat Ahmad, SSos selaku kepala Subag Kepegawaian BPBD, IMZ Consulting diwakili Riki Wirahmawan, SSi, MPd, dan menghadirkan Maya Sita Darlina, SPsi, MSi psikolog Inspirasi Melintas Zaman (IMZ) selaku pembicara.
Pelatihan ini dimaksudkan untuk memberikan ilmu dan pengetahuan tentang Psychological First Aid (PFA), pertolongan pertama pada masalah psikologis dan bagaimana cara memperkuat imun pasca terjadinya bencana alam.
Dalam tahap pelatihan pertolongan pertama pada psikologi ini, para peserta diberi bekal landasan PFA yang meliputi pengamatan situasi keamanan, gejala serta bantuan yang dibutuhkan korban, serta melakukan pendekatan sebagai pendengar aktif, untuk membantu korban menenangkan diri. Kemudian nantinya akan menghubungkan korban ke tenaga profesional sesuai kebutuhannya.
Baca Juga : Kalla Institute dan Konjen Amerika Serikat Teken MoU Hadirkan American Corner
Rahmat Hidayat selaku pimpinan cabang Dompet Dhuafa Sulsel menuturkan bahwa program PFA ini adalah salah satu program yang penting untuk dilaksanakan pasca bencana alam. Untuk diketahui, PFA merupakan dukungan praktis layaknya kotak obat darurat yang bisa digunakan non profesional untuk membantu menenangkan emosional.
“Sementara dalam penanganan korban menuju ke tahap lanjutan, harus ditangani oleh tenaga profesional, yaitu psikolog dan psikiatri. Oleh karena itu, kegiatan ini membutuhkan lebih banyak orang yang terlibat dalam intervensi ini,” jelasnya.
Riki Wirahmawan selaku PIC Teknis Assesment IMZ Consulting mengungkapkan tujuan dari training PFA ini yaitu untuk memahami cara mengidentifikasi berbagai macam gangguan psikologis yang dialami individu ketika bencana, memahami konsep kerangka kerja, dan langkah PFA serta meningkatkan kemampuan teknik pendampingan psikososial di masa respons hingga recovery bencana.
“Semoga setiap peserta yang hadir mendapatkan berbagai macam insight dari proses pelatihan ini, baik materi hingga relasi sadar akan begitu dibutuhkan dirinya di tengah masyarakat, dalam menyikapi kondisi alam yang tidak terprediksi. Peserta mampu memahami dengan baik dan terampil secara sistematis dan profesional dalam menangani efek psikososial penyintas, sehingga siap untuk diterjunkan ke lapangan,” tuturnya.