RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Eks Sekretaris Dinas PUTR Sulsel" href="https://rakyatku.com/tag/dinas-putr-sulsel">Dinas PUTR Sulsel, Edy Rahmat, yang juga merupakan terdakwa penerima suap dalam kasus dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur Provinsi Sulawesi Selatan tahun anggaran 2020-2021 menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Makassar.
Agenda sidang dengan pembacaan dakwaan digelar di Ruang Sidang Harifin A. Tumpa, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Kamis (22/7/2021).
Terdakwa Edy Rahmat mengikuti sidang secara virtual di Rutan Gedung Merah Putih, Jakarta.
Baca Juga : Longsor, Ruas Jalan Batusitanduk-Sa'dan-Torut Sudah Bisa Dilalui Kendaraan
Sidang dipimpin Hakim Ketua Ibrahim Palino, didampingi dua Hakim Anggota, yaitu M. Yusuf Karim dan Arif Agus Nindito.
Sementara, yang bertindak sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, yaitu M. Asri Irwan, Siswhandoni, dan Arif Usman.
Dalam dakwaan JPU KPK, Edy Rahmat diancam pidana dalam pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca Juga : Pemprov Sulsel Alokasikan Rp44 Miliar untuk Penanganan Jalan Pattallassang
Edy Rahmat diduga telah melakukan atau turut serta dalam perbuatan menerima hadiah atau janji untuk Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah.
JPU mengatakan melalui Edy Rahmat, Nurdin Abdullah menerima uang tunai yaitu sejumlah Rp2,5 miliar atau sekitar jumlah itu dari Agung Sucipto selaku pemilik PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba.
Padahal, diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Diduga bahwa uang tersebut diberikan agar Nurdin Abdullah selaku Gubernur Sulawesi Selatan memberikan persetujuan bantuan keuangan Provinsi Sulawesi Selatan terhadap proyek pembangunan infrastruktur aumber daya air Dinas PUPR Kabupaten Sinjai tahun anggaran 2021.
Baca Juga : Dahulu Berdebu dan Berlubang, Penanganan Ruas Burung-Burung - Bili-Bili Rampung 100 Persen
Hal itu agar dapat dikerjakan oleh perusahaan yang digunakan Agung Sucipto dan Harry Syamsuddin.
Menurut jaksa, hal itu bertentangan dengan kewajiban Nurdin Abdullah selaku penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 5 angka 4 dan pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Baca Juga : Pemprov Sulsel Alokasikan Rp28 Miliar untuk Tangani Ruas Tanabatue - Sanrego - Palattae di Bone
Jo pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Edy Rahmat juga diduga telah menyerahkan uang sejumlah Rp2,8 miliar, kepada Gilang yang merupakan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Sulawesi Selatan, dari total Rp3,24 miliar.
Baca Juga : Longsor di Malino, Dinas PUTR Sulsel Lakukan Penanganan Darurat Pembukaan Akses
Sisanya sebesar Rp324 juta, diambil terdakwa untuk kepentingan pribadinya.
Atas perbuatannya, Edy Rahmat juga diancam dengan pidana dalam pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.