Rabu, 30 Juni 2021 22:31

Serahkan Ranperda Pertanggungjawaban APBD, Bupati Jeneponto Beber Penyebab Opini WDP dari BPK

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Serahkan Ranperda Pertanggungjawaban APBD, Bupati Jeneponto Beber Penyebab Opini WDP dari BPK

Belanja operasional pada beberapa perangkat daerah, dana BOS afirmasi dan kinerja yang tidak dianggarkan dalam APBD jadi pemicu utama opini WDP dari BPK.

RAKYATKU.COM,JENEPONTO -- Bupati H Iksan Iskandar mengikuti rapat paripurna tingkat I penyerahan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Jeneponto tahun anggaran 2020 di DPRD, Rabu (30/6/2021).

Di hadapan 28 anggota DPRD sebelum membacakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun 2020, Bupati Iksan Iskandar meminta agar pengelolaan keuangan daerah dikoordinasikan dengan tenaga ahli. Khususnya dalam hal penyelesaian masalah tindak lanjut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan dalam waktu dekat.

"Karena setelah penetapan ranperda tersebut masih akan dilanjutkan dengan penetapan mengenai sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah yang akan menjadi acuan bersama dalam pengelolaan keuangan," urainya.

Baca Juga : Pemkab Jeneponto dan PLN Punagaya Jajaki Kerjasama Pemanfaatan Limbah Bonggol Jagung

Selanjutnya bupati menyampaikan ringkasan laporan realisasi anggaran pelaksanaan APBD tahun anggaran 2020. Rinciannya, pendapatan serta belanja yakni Rp1.096.546.009.015,46 (satu triliun sembilan puluh enam miliar lima ratus empat puluh enam juta sembilan ribu lima belas rupiah empat puluh enam sen) atau 99,3 persen.

Sementara belanja sebesar Rp1.264.688.498.694.,25 (satu triliun dua ratus enam puluh empat miliar enam ratus delapan puluh delapan juta empat ratus sembilan puluh delapan ribu enam ratus sembilan puluh empat rupiah dua puluh lima sen) atau 93,61 persen.

Pada kesempatan yang sama, bupati menyingung raihan opini WDP serta beberapa hal yang berpengaruh dan menjadi pengecualian pada LKPD tahun 2019. Permasalahan yang masih menjadi penyebab pengecualian pada pemeriksaan tahun 2020 yakni mengenai aset dan utang belanja.

Baca Juga : Membumikan Semangat Cinta Qur'an, Kabupaten Jeneponto Sukses Tuntaskan Program 1000 Hafidz

Mengenai utang belanja dipermasalahkan oleh BPK karena dokumen-dokumen penghapusan utang belanja diterbitkan pada tahun 2021. Sementara periode laporan keuangan yang diaudit adalah pada tahun 2020. Atas hal tersebut tim utang telah melakukan konsultasi dengan Komite Standar Akuntansi Publik (KSAP) serta Kementerian Dalam Negeri dan dari hasil koordinasi tersebut dinyatakan bahwa untuk utang belanja dapat dihapus pada periode laporan keuangan tahun 2021 nanti.

Lanjut aset dibuktikan pada laporan hasil pemeriksaan BPK tahun 2020 bahwa nilai yang menjadi permasalahan baik pada aset tetap maupun pada aset lain-lain turun secara signifikan namun karena nilai tersebut menurut BPK masih material maka menjadi pengecualian dalam pemberian opini.

"Pada tahun ini saya meminta semua perangkat daerah untuk berkoordinasi dengan tim aset dalam menyelesaikan permasalahan tersebut," ujar Iksan.

Baca Juga : Bupati Jeneponto Hadiri Rakornas Investasi 2023

Selain itu bupati mengklaim bahwa raihan opini wajar dengan pengecualian (WDP) yang diberikan BPK dikarenakan terdapat permasalahan baru yang dianggap paling berpengaruh yaitu permasalahan penganggaran belanja gelondongan yakni belanja operasional pada beberapa perangkat daerah, dana BOS afirmasi dan kinerja yang tidak dianggarkan dalam APBD.

"Yang paling krusial adalah permasalahan pengelolaan kas pada bendahara pengeluaran Dinas Pendidikan dan sekretariat DPRD," sebutnya.

Akan tetapi, kata dia, tetap optimis mendapat WTP di tahun berikutnya dengan melihat tren opini yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan(BPK) selama kurun waktu lima tahun terakhir yakni mulai tahun 2015 sampai dengan tahun 2020.

Baca Juga : Bupati Jeneponto Melantik Pejabat Struktural

Tercatat hanya satu kali yaitu pada tahun 2016 Kabupaten Jeneponto mendapatkan opini disclaimer yang artinya di empat tahun terakhir secara berturut-turut yaitu pada tahun 2017, 2018, 2019, dan 2020 mendapatkan opini WTP oleh Badan Pemeriksa Keuangan(BPK).

"Semua hal yang menjadi temuan pemeriksaan pada tahun 2020 agar segera ditindaklanjuti Inspektorat. Khususnya untuk temuan-temuan yang berpengaruh kepada opini pada tahun 2021," tegasnya.

Bupati juga menyebut bahwa setelah pembahasan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD masih ada beberapa tahapan yang dilakukan sebelum rancangan tersebut ditetapkan menjadi peraturan daerah yakni tahapan evaluasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

Baca Juga : Pemkab Jeneponto dan KPU Serta Bawaslu Teken Perjanjian Hibah Pemilu dan Pilkada 2024

Hasil dari pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut nantinya adalah persetujuan bersama antara DPRD dan pemerintah daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 194 ayat 3 menyebutkan bahwa persetujuan bersama dilakukan paling lambat tujuh bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Turut hadir Sekda Dr Syafruddin Nurdin; Dandim; Kapolres; Kajari; beberapa kepala OPD; kabag; dan camat se-Kabupaten Jeneponto.

Penulis : Samsul Lallo
#Pemkab Jeneponto #DPRD Jeneponto