Selasa, 22 Juni 2021 11:43

Disambut Gembira Warga yang Sering Kekeringan, Ternyata Begini Dampak Mengkhawatirkan Kemarau Basah

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Disambut Gembira Warga yang Sering Kekeringan, Ternyata Begini Dampak Mengkhawatirkan Kemarau Basah

Pembentukan vorteks di Samudra Hindia sangat intensif sejak awal Juni. Hal itu diprediksi bertahan sepanjang periode musim kemarau, sehingga berpotensi menimbulkan anomali musim kemarau yang cenderung basah.

RAKYATKU.COM -- Saat ini sudah masuk musim kemarau. Lalu, mengapa hujan masih sering turun?

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menjelaskan, kondisi tersebut akibat anomali musim kemarau yang cenderung basah.

Itu dipengaruhi dinamika laut-atmosfer yang terjadi di Samudera Hindia. Dinamika ini ditunjukkan dari pembentukan pusat tekanan rendah berupa pusaran angin yang dinamakan dengan vorteks di selatan ekuator dekat pesisir barat Sumatera dan Jawa.

"Pembentukan vorteks di Samudra Hindia sangat intensif sejak awal Juni. Hal itu diprediksi bertahan sepanjang periode musim kemarau, sehingga berpotensi menimbulkan anomali musim kemarau yang cenderung basah sepanjang bulan Juli-Oktober," ujar peneliti Klimatologi PSTA-Lapan, Erma Yulihastin dalam keterangan tertulis, Senin (21/6/2021).

Kemarau basah ini terutama terjadi di wilayah Indonesia bagian selatan seperti Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara Timur dan timur laut yang meliputi Maluku, Sulawesi, dan Halmahera.

Erna menyebut eksistensi vorteks dan penghangatan suhu permukaan laut di perairan lokal Indonesia diprediksi akan berlangsung hingga Oktober.

Kemarau basah juga diperkuat dengan pembentukan Dipole Mode negatif di Samudera Hindia yang berpotensi menimbulkan fase basah di barat Indonesia. Diple Mode negatif ini diprediksi hanya berlangsung secara singkat, yaitu Juli-Agustus.

Dipole Mode ditandai dengan penghangatan suhu permukaan laut di Samudera Hindia dekat Sumatera. Sedangkan sebaliknya di wilayah dekat Afrika mengalami pendinginan suhu permukaan laut.

Fenomena kemarau basah ini mempengaruhi banyak hal. Salah satunya sektor pertanian.

Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman, Edy Sriharmanta menjelaskan, para petani harus memperhatikan kebutuhan air di lahan pertanian mereka.

Fenomena ini bisa membuat air di lahan pertanian berlebih. Ia mengimbau para petani agar mengatur limpahan air tersebut agar tanaman tak kebanjiran. Beberapa tanaman yang bisa terpengaruh adalah tembakau, keledai, jagung, dan tanaman palawija.

"Bahkan, tahun sebelumnya, petani tak mau menanam kedelai kalau hujan masih turun saat kemarau," ujar Edy. Di sisi lain, menurut dia, tanaman yang membutuhkan banyak air justru diuntungkan.

Selain pengaturan air, fenomena kemarau basah bisa meningkatkan jumlah hama. Untuk mengantisipasinya, dia menyarankan agar mengatur jarak antar-tanaman dan mengurangi pupuk urea yang mengandung banyak nitrogen.

#kemarau basah #Lapan