RAKYATKU.COM - Di ujung utara Negara Myanmar terdapat sebuah suku yang bernama suku Lainong. Suku ini merupakan satu dari 27 suku yang dikenal sebagai masyarakat Naga. Menurut sejarah, salah satu tradisi yang berasal dari masyarakat Naga adalah tradisi memenggal kepala musuh demi mendapatkan sebuah tato.
Melansir South China Morning Post (SCMP), seorang pria tua anggota asli suku Lainong yang bernama Ngon Pok bercerita kepada awak media. Melalui gerak isyarat, pria berusia sekitar 80 tahunan itu bercerita jika dahulu dirinya bersama dengan ayah dan kakeknya dihadiahi sebuah tato oleh ketua suku sebagai penanda kemenangan. Ia pun menjelaskan bahwa pada masa itu, ia masih berusia enam tahun.
Saat ini, Ngon Pok bermukim di zona semi-otonom, dekat dengan perbatasan India. Sambil melepas pakaiannya, Ngon Pok menununjukkan dadanya yang dihiasi tato berbentuk garis-garis vertikal dan paralel, serta dua sosok prajurit.
Baca Juga : Heboh, Pria Memakai Kaos Oblong Bersarung Biru Munculkan Uang dari Balik Bantal
Pada masa itu, suku-suku dan desa-desa yang ada di kawasan tempatnya bermukim kerap berperang untuk memperebutkan suatu wilayah. Para prajurit yang ikut berperang akan sebisa mungkin memotong kepala musuh-musuh mereka sebagai penanda kekuatan, keperkasaan, dan kemenangan.
Aksi mengerikan itu terus berlangsung hingga menjadi sebuah tradisi. Untuk merayakan kemenangan atas musuh-musuhnya, suku Lainong akan menggunakan duri sebagai pengganti jarum tato.
Duri tersebut digunakan untuk memasukkan getah pohon ke dalam area bawah kulit prajurit hingga membentuk sebuah tato. Tato yang terbentuk itu nantinya menjadi sebuah pengingat akan kehebatan sang prajurit kala berperang hingga berhasil menebas kepala musuh.
Baca Juga : Wanita Ini Cek Rekening Bank Setelah 60 Tahun, Perubahan Saldonya Bikin Kaget
Ngon Pok juga menceritakan jika tidak hanya prajuritnya saja yang ditato, tetapi juga anggota keluarga dari prajurit tersebut. Kurang lebih itulah yang dirasakan Ngon Pok saat dirinya harus merasakan sakitnya ditato ketika masih sangat belia.
Khamyo Pon Nyun, istri Ngon Pok juga memiliki nasib yang sama. Wanita yang kini berusia 75 tahun tersebut bercerita jika dirinya memiliki tato berbentuk desain geometris.
Tato tersebut melekat di lengan, kaki, dan wajahnya. Selain itu, ia juga memiliki tato yang lain pada bagian kakinya.
Baca Juga : Viral Petani Ukraina "Curi" dan Tarik Tank Rusia Pakai Traktor
"Sakit sekali," kata Khamyo Pon Nyun sembari mengingat-ingat mengutip Kumparan.
"Tapi aku bilang pada diriku sendiri, kalau ibu dan bibiku bisa melakukannya, berarti aku juga bisa," tuturnya sambil tersenyum.
Dengan cara meyakinkan dirinya seperti itu akhirnya ia berhasil mengendalikan diri dan menahan rasa sakit tanpa bantuan orang-orang sekitar ketika ditato.
Baca Juga : Pria Ini Kesulitan Bernapas Bertahun-tahun, Ternyata Ada Gigi Tumbuh di Rongga Hidung
Melansir Culutural Survival, saat masa pendudukan berlangsung, Inggris mendapat keuntungan besar di dataran rendah milik masyarakat Naga dengan melakukan eksploitasi secara besar-besaran untuk kepentingan komersial.
Ekspolitasi tersebut diikuti pula dengan banyaknya manipulasi demografi. Misalnya saja pihak Inggris membagi wilayah ke dalam beberapa bagian: seperempat bagian untuk mereka yang menetap dan sisanya berada di bawah yuridiksi kerajaan.
Dengan hadirnya Inggris di tanah masyarakat Naga menjadikan kehidupan masyarakat setempat pun berubah. Uniknya, meski dikenal sering berperang, masyarakat Naga seakan langsung tunduk oleh kekuasan Inggris.
Baca Juga : Lagi Viral, Bersandal Jepit Tenteng Kresek Berisi Uang Rp 300 Juta
Lars Krutak, seorang antropolog sekaligus penulis asal Amerika telah mempelajari banyak tato dari suku-suku yang ada di dunia, termasuk milik masyarakat Naga.
“Keragaman pola tato Naga adalah keunikan bagi saya. Ada lebih dari 20 suku bertato di kedua sisi perbatasan. Mereka punya identitas masing-masing, ritual peralihan kedewasaan yang berbeda, bahasa, hingga dialek yang berbeda,” katanya.
Generasi muda masyarakat Naga saat ini diketahui jarang memakai tato tradisional yang khusus diberikan mereka yang berhasil menebas kepala manusia. Hal itu mengindikasikan bahwa masyarakat Naga mulai sadar dan ingin berhenti untuk melakukan tradisi mengerikan tersebut. Meski demikian, tak sedikit juga warga yang menyesal jika nantinya tradisi ini akan hilang untuk selamanya.
Baca Juga : Lagi Viral, Bersandal Jepit Tenteng Kresek Berisi Uang Rp 300 Juta
“Saya ingin menjadi salah satu prajurit bertato terakhir," pungkas penatua Konyak, Houn Ngo Kaw, sambil tersenyum lebar.
sumber: keepo.me