Selasa, 09 Februari 2021 23:08

Warga Asing Terpilih Jadi Bupati Sabu NTT, Empat Pihak Ini yang Harus Bertanggung Jawab Menurut Kopel

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Syamsuddin Alimsyah
Syamsuddin Alimsyah

Warga Asing Terpilih Jadi Bupati Sabu Raijua NTT, Empat Pihak Ini yang Harus Bertanggung Jawab Menurut Kopel

RAKYATKU.COM -- Status WNI Orient P Riwu Kore dicabut kembali Kemenkumham. Keterpilihannya sebagai bupati Sabu Raijua NTT, otomatis gugur.

Namun, bagi Kopel Indonesia, persoalannya bukan sesederhana itu. Pencabutan status WNI tidak berarti masalah sudah selesai.

"Dan ini sungguh bukan kecolongan. Bukankah sistem kita selama ini sudah canggih mendeteksi yang beginian? Ini benar-benar harus diusut dan dimintai pertanggungjawaban sesuai kewenangan masing-masing," kata Syamsuddin Alimsyah, peneliti senior Kopel Indonesia, Selasa (9/2/2021).

Baca Juga : Gugatannya Dikabulkan MK, Kopel Indonesia Buka Posko Pengaduan Terkait Anggaran Covid-19

Dalam catatan Kopel, setidaknya ada empat institusi yang harus menanggung "dosa" dalam kasus ini. Tentu sesuai kewenangannya masing-masing yang harus dipertanggungjawabkan.

Pertama adalah koalisi partai politik selaku pengusung di pilkada. Dalam UU Parpol, proses rekrutmen calon kepala daerah harus dilakukan secara terbuka dan demokratis.

"Artinya apa? Masing-masing partai secara terbuka melakukan proses penjaringan, penyaringan seleksi yang ketat kepada setiap warga negara yang dipandang cakap memimpin daerah bersangkutan. Terutama memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016," kata Syam, sapaan akrabnya.

Baca Juga : Pendapatan Daerah Belum Masuk Kas, Kopel Indonesia Desak Mamuju dan Majene Bahas Perubahan APBD 2021

Partai politik berkewajiban melakukan verifikasi secara serius di lapangan. Meneliti siapa bakal kandidat bersangkutan. Latar belakangnya terutama dan visi misinya. "Bukan malah sibuk menggeledah isi tasnya," lanjut Syam.

Dalam konteks ini, biasanya partai selain memiliki mekanisme khusus pola rekrutmen, juga membentuk tim atau panitia khusus yang menangani perekrutan pencalonan kandidat. Sehingga tidak akan ada alasan pembenar ada penyelundup, koruptor atau teroris bisa lolos jadi calon. Termasuk juga kewarganegaraan asing.

"Dengan kejadian ini, sungguh memalukan bagi partai bersangkutan yang mengindikasikan tidak mampu melakukan proses rekrutmen secara sehat dan akuntabel," tambah aktivis antikorupsi ini.

Baca Juga : Baru Terungkap, Bupati di NTT Ternyata Berstatus Warga Negara AS

Kedua, Dukcapil DKI Jakarta dan Kupang termasuk dirjen Dukcapil Kemendagri sebagai pihak yang bertanggung jawab atas terbitnya kartu identitas diri bersangkutan. Perlu penelusuran lebih jauh di balik ini.

"Bayangin kalau ini dibiarkan begitu saja. Selain pengawasan internal, pihak dari Ombudsman juga bisa secara mandiri melakukan investigasi atas kasus ini guna memastikan potensi praktik maladministrasi di dalamnya," katanya.

Ketiga, penyelenggara pemilu yakni KPU dan Bawaslu yang diberi kewenangan kuat melakukan verifikasi berkas kandidat. Pertanyaan serius kinerja KPU daerah termasuk pusat dalam melakukan supervisi apakah selama ini berjalan atau mereka berdiam saja.

Baca Juga : Bawa Bantuan untuk Bumil, Balita, dan Ibu Melahirkan, Relawan Kopel Indonesia Tembus Dusun Terisolasi di Majene

Negara sudah memfasilitasi institusi ini dengan duit yang tidak sedikit dengan maksud agar bisa bekerja maksimal.

Dengan terungkapnya fakta bahwa yang bersangkutan WNA, maka KPU harus segera mencabut dan membatalkan hasil pleno penetapan kandidat terpilih karena gugur aecara administrasi sebagaimana diatur dalan sebagaimana tertuang dalam PKPU Nomor 1 Tahun 2020 disebutkan bahwa syarat utama menjadi kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun wali kota adalah warga negara Indonesia (WNI).

Apalagi Kemengkum HAM sendiri sudah memastikan akan mencabut status WNI bersangkutan. Menjadi pertanyaan bila KPU berdiam diri dalam kasus ini.

Baca Juga : Seolah Hanya Jadi Rutinitas, Kopel Indonesia: Pembahasan RUU Pemilu Tak Sentuh Masalah Pokok

Selain itu, kata Syam, kasus ini juga perlu dibawa ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk menguji apakah penyelenggara selama ini benar bekerja profesional sesuai UU.

Kasus ini sebaiknya dibawa ke DKPP guna memastikan apakah mereka bekerja profesional di lapangan.

Pembelaan Orient P Riwu Kore

Baca Juga : Seolah Hanya Jadi Rutinitas, Kopel Indonesia: Pembahasan RUU Pemilu Tak Sentuh Masalah Pokok

Bupati terpilih Sabu Raijua, NTT, Orient P Riwu Kore mengaku sempat memiliki paspor AS. Namun tidak lantas mengubah status kewarganegaraannya.

"Saya terpanggil kembali ke Sabu karena amanat orang tua untuk datang dan membangun kampung halaman," kata Orient Sabtu lalu (6/2/2021).

Orient Riwu Kore mengatakan lahir di Kota Kupang dan bersekolah hingga menempuh pendidikan tinggi di Universitas Nusa Cendana Fakultas Ilmu Administrasi. Setelah itu, ia bekerja dan tinggal di Amerika Serikat selama puluhan tahun.

Baca Juga : Seolah Hanya Jadi Rutinitas, Kopel Indonesia: Pembahasan RUU Pemilu Tak Sentuh Masalah Pokok

"Tapi saya masih sering pulang ke Indonesia dan kembali ke Amerika untuk melihat saudara-saudara saya di Kupang maupun Sabu Raijua," ujarnya.

Menurut Orient, orang tuanya pernah berpesan agar kembali ke Indonesia dan membangun kampung halamannya jika berhasil di luar negeri.

"Saya merasa berhasil. Oleh sebab itu saatnya saya akan kembali ke Sabu Raijua dan sudah tentu saya mempersiapkan semua dokumen-dokumen, termasuk proses penyelesaian untuk pencabutan warga negara (kewarganegaraan AS) saya. Jadi saya aslinya warga negara Indonesia," kata dia seperti dikutip dari Tempo.co.id.

#Kopel Indonesia #Sabu Raijua