RAKYATKU.COM -- Para ahli dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bertemu pejabat China, Jumat (29/1/2021). Itu tejadi jelang kunjungan situs pertama mereka di Wuhan untuk penyelidikan asal-usul virus corona.
Kerja lapangan akan dimulai dengan sungguh-sungguh pada sore hari. Di tengah kekhawatiran akan akses dan kekuatan bukti setahun setelah virus muncul.
Tim tersebut akan mengunjungi rumah sakit, serta bertemu dengan para ilmuwan, responden pertama. Juga beberapa pasien awal yang terkena virus corona.
Baca Juga : WHO Akhiri Status Darurat Kesehatan Global Covid-19
Virus yang telat diketahui itu telah membunuh lebih dari dua juta orang di seluruh dunia dan membuat ekonomi global terpuruk.
Kunjungan lapangan akan mencakup Institut Virologi Wuhan, pasar Huanan, laboratorium CDC Wuhan," kata WHO dalam pernyataan di Twitter, Kamis (28/1/2021).
Pasar Huanan, yang tetap ditutup, diyakini sebagai cluster utama pertama wabah.
Baca Juga : WHO: Korban Tewas Gempa Turki-Suriah Bisa Capai 20 Ribu Jiwa
Sementara itu, Institut Virologi Wuhan menampung fasilitas pengujian virus yang dipersenjatai oleh mantan Presiden AS Donald Trump, yang hingga hari-hari terakhirnya menjabat mendorong teori yang tidak berdasar bahwa virus itu berasal dari sana.
Misi itu sempat tertunda karena adanya penolakan dari China hingga pertengahan Januari. Sementara Washington menuntut penyelidikan yang kuat dan jelas.
Kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan dia telah melakukan "diskusi yang jujur" dengan Menteri Kesehatan China, Ma Xiaowei.
Baca Juga : Wali Kota Makassar Ingatkan Varian Baru Covid-19
"Saya meminta para ilmuwan internasional mendapatkan dukungan, akses, dan data yang dibutuhkan, dan kesempatan untuk terlibat penuh dengan rekan-rekan China mereka," katanya.
Para ahli meninggalkan karantina dua minggu pada hari Kamis di bawah sorotan media global.
Komisi Kesehatan Nasional China mengatakan 4.636 orang telah meninggal di negara itu akibat virus itu.
Baca Juga : Waspada! COVID-19 Varian XBB Terdeteksi di Indonesia
Sebagai perbandingan, lebih dari 400.000 orang Amerika telah meninggal. Penyakit itu merenggut populasi dan ekonominya. Sementara Inggris mencatat kematian ke-100.000 pekan ini.