RAKYATKU.COM - Para ilmuwan di London, Inggris, yang membuat vaksin tiruan (sintetis) berdosis rendah untuk Covid-19 kini memperluas pengujiannya dengan mencari lebih banyak sukarelawan.
Tim yang merintis usaha ini mengaku, tujuannya adalah untuk menghasilkan vaksin murah yang tersedia di seluruh dunia.
Di sebuah tempat rahasia di London, Philip yang hanya ingin disebut nama depannya, bersiap menerima dosis vaksin kedua yang dikembangkan oleh para ilmuwan di Imperial College London.
Baca Juga : Peluru Depleted Uranium Sudah Ada di Ukraina, Rusia Kutuk Keputusan Inggris
Ia mengatakan, ingin mengambil bagian setelah membaca pengumuman Imperial College bahwa mereka sedang mencari responden baru. Lebih dari sebulan yang lalu ia menjadi sukarelawan pertama dalam tahap uji keselamatan vaksin. Sebagai bagian dari kelompok uji kecil ini, ia diberi tahu bahwa dia tidak menerima plasebo.
"Saya baru saja diberitahu bahwa saya diberi vaksin sebenarnya. Saya menerima vaksin, awalnya ada sekelompok kecil orang yang menerima vaksin untuk diamati bagaimana reaksi dan efek sampingannya, tetapi sejauh yang saya tahu, semuanya baik-baik saja," jelasnya.
Philip yang bekerja di bidang jasa lingkungan itu melakukan perjalanan ke seluruh Inggris. Ia mengambil tindakan pencegahan Covid-19 sebelum penutupan wilayah di Inggris bulan Maret.
Baca Juga : Pangeran Harry Akan Hadiri Penobatan Raja, Meghan Tetap di California
Seperti kebanyakan orang lain, Philip dirumahkan. Namun, dia mengatakan, menerima vaksin ini tidaklah mengubah hidupnya.
Tidak seperti vaksin yang diproduksi dari sebagian virus yang diperlemah, studi Imperial College ini menggunakan kepingan kecil dari kode genetik yang disebut mRNA.
mRNA itu terdapat dalam tetesan halus lemak dan ketika disuntikkan ke otot lengan, mRNA melakukan penggandaan, istilahnya adalah amplifying atau penguatan sebagaimana dijelaskan tim Imperial.
Baca Juga : PM Inggris: China Menimbulkan Tantangan yang Menentukan Zaman Bagi Tatanan Dunia
Idenya adalah sel-sel otot akan menghasilkan protein yang ditemukan pada tonjolan-tonjolan di permukaan virus corona yang memicu respon kekebalan.
Pada bulan Mei, jurnal kedokteran Lancet mengomentari penelitian yang menunjukkan pandemi ini mungkin menjangkiti BAME (komunitas kulit hitam, Asia dan minoritas etnis) di Inggris secara tidak proporsional.
Ketua peneliti uji coba di Imperial, Dr. Katrina Pollock mengatakan, penting bahwa semua anggota masyarakat terwakili.
Baca Juga : Prancis Unggul 1-0 Dari Inggris di Babak Pertama
"Semua orang melihat angka-angkanya tentang bagaimana Covid menjangkiti komunitas BAME (kulit hitam, Asia, dan etnis minoritas) dan saya pikir ini sangat penting sebagai tim yang mengembangkan vaksin. Sejauh ini, kami sangat senang mendapat dukungan dari komunitas lokal dan di antara para sukarelawan kami, satu dari lima berasal dari komunitas BAME, yang sangat bagus dan mewakili keseluruhan populasi. Dan yang ingin kami lakukan ketika kami mengembangkan penelitian kami dan melangkah maju ke dalam uji percobaan lebih besar, adalah terus memperoleh dukungan itu," komentarnya.
Namun, sementara ia mendukung rencana untuk menjangkau grup BAME dan memakai penerjemah bahasa, ia mengatakan menetapkan sasaran bukan hal yang diinginkan timnya.
Sebelum pandemi Covid, lonjakan kasus campak di seluruh dunia dan para ahli penyakit menular memperingatkan orang tua bahwa penyakit itu membahayakan kesehatan anak-anak mereka dan warga lainnya kalau anak-anak itu tidak diberi suntikan vaksin MMR. Pollock berharap pengalaman berhadapan dengan infeksi Covid-19 ini akan membuka pikiran orang tentang pentingnya vaksin.
Baca Juga : Inggris Bantai Senegal 3-0 Tanpa Balas, Lolos Perempat Final Lawan Prancis
Proyek ini tidak didukung oleh bisnis farmasi yang besar, dan tim Imperial bermaksud menghasilkan vaksin murah yang tersedia secara global.
Meskipun mereka menyatakan optimis dengan hasil awal mereka, tim juga sadar bahwa teknologi yang mereka gunakan tidak efektif pada pengembangan vaksin-vaksin sebelumnya.
Sumber: VOA Indonesia