Senin, 13 Juli 2020 18:06

Emosi Habis Dibentak, Ayah Cekik Anaknya Hingga Tewas Pakai Ikat Pinggang

Fathul Khair Akmal
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Sumber: mirror.co.uk
Sumber: mirror.co.uk

Seorang gadis 10 tahun mati ditangan ayahnya sendiri setelah dicekik menggunakan ikat pinggang. Pembunuhan ini dilakukan lantaran emosi mendengar anak perempuannya membentaknya dengan suara tinggi.

RAKYATKU.COM - Seorang gadis 10 tahun mati ditangan ayahnya sendiri setelah dicekik menggunakan ikat pinggang. Pembunuhan ini dilakukan lantaran emosi mendengar anak perempuannya membentaknya dengan suara tinggi.

Hussein Alef mengaku mencekik anak perempuannya bernama Hadith Orulju karena tidak mampu mengendalikan emosinya. Namun ia tidak menyangka jika harus dihukum berat akibat tindakan mengerikan itu.

Melansir dari Mirror, pembunuhan itu dilakukan lantaran anak gadisnya yang masih berusia 10 tahun itu membentak ke arahnya.

Hussein Alef telah mengaku membunuh putrinya dengan menggunakan ikat pinggang dan jaket untuk mencekik lehernya. Ketika di pengadilan, Hussein pun mengaku sempat bertanya kepada tetangganya tentang hukuman apa yang akan dijatuhkan atas tindakan pembunuhan. Sebab dia merasa dengan membunuh anaknya sendiri ia tidak akan mendapat hukuman.

“Putriku sering membentakku, aku jadi marah dan tidak bisa mengendalikan diri lagi,” ucap pengakuan Hussein kepada polisi.

Seorang saksi bernama Rahimeh Faizi mengatakan memang Hussein percaya bahwa dengan membunuh anaknya sendiri ia tidak akan dihukum berat.

“ Dia tahu bahwa karena dia adalah seorang ayah, maka tidak akan dijatuhi hukuman yang berat,” ucap saksi Rahimeh.

“ Dia mengatakan ‘Aku akan membayar tebusan dan tinggal di penjara selama beberapa tahun saja’”, tambahnya sambil menirukan ucapan Hussein Alef dikutip dari dream.co.id.

Tim Forensik menemukan bahwa gadis 10 tahun itu meninggal karena sesak napas setelah dicekik oleh ayahnya sendiri. Padahal hukum Syariah berlaku di Iran dengan menyebutkan ‘Mata diganti mata’. Artinya tindakan pembunuhan dapat dihukum mati.

Akan tetapi hukum menawarkan pengecualian bagi pembunuhan seorang anak oleh walinya yang sah, yang umumnya diambil untuk merujuk pada ayah atau kakek.

Peneliti Iran di Amnesty International Raha Bahreini mengatakan, “ Ayah atau kakek dari pihak ayah yang membunuh anak-anak atau cucu mereka tidak tunduk pada proporsionalitas, yang dapat memperburuk risiko kejahatan kehormatan terhadap anak perempuan dan perempuan.”

Pembunuhan terhadap Hadith Orulju ini dilaporkan terjadi sebelum kasus Romina Ashrafi yang berusia 14 tahun mati dipenggal oleh ayahnya sendiri yang dibunuh demi kehormatan sang ayah. Kasus pembunuhan Romina itu sempat menggegerkan masyarakat Iran bulan lalu.

Usai pembunuhan Romina, pemerintah Iran mengeluarkan undang-undang yang bertujuan melindungi anak-anak dari kekerasan. UU baru itu diratifikasi oleh Dewan Pengawas yang mana mereka harus menyetujui semua RUU yang disahkan oleh parlemen untuk memastikan mereka konsisten dengan konstitusi negara dan hukum Islam.

Apabila undang-undang perlindungan anak telah disahkan sebelumnya, mungkin nyawa Romina dan Hadis bisa diselamatkan. Terlepas dari UU yang baru, Pemerintah Iran belum memberlakukan rancangan UU yang ditulis lebih dari sembilan tahun yang lalu untuk mengatasi kriminalisasi kekerasan berbasis gender yang tersebar luas di Iran.

Sementara itu tidak ada data resmi yang berkaitan dengan pembunuhan demi kehormatan di Iran. Penemuan dari kantor berita internal Iran, diperkirakan rata-rata 350 hingga 450 pembunuhan demi kehormatan terjadi di negara Islam setiap tahunnya.

Penelitian tersebut menemukan bahwa pembunuhan demi kehormatan dan pembunuhan yang dilakukan oleh anggota keluarga sendiri merupakan kasus besar yang mencapai 20 persen dari seluruh jumlah kasus pembunuhan di Iran.

Seorang jurnalis di Iran International TV Nargess Tavassolian mengatakan. “ Banyak berita tentang kejahatan ini terungkap namun tidak dilaporkan. Laporan-laporan itu mandeg tidak menemukan jalan untuk dipublish media.”