Sabtu, 04 April 2020 08:58

Gegara Corona, Hanya Dua Pekan, 10 Juta Lebih Orang Jadi Pengangguran

Fusuy
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Korban corona yang diturunkan dari kendaraan. (int)
Korban corona yang diturunkan dari kendaraan. (int)

Wabah virus corona, telah membuat 10 juta warga Amerika Serikat (AS) kehilangan pekerjaan. Itu hanya berlangsung dalam waktu dua minggu.

RAKYATKU.COM-- Wabah virus corona, telah membuat 10 juta warga Amerika Serikat (AS) kehilangan pekerjaan. Itu hanya berlangsung dalam waktu dua minggu. Akibatnya, hal ini, memunculkan masalah paling parah di sektor pasar kerja AS.

Para ekonom telah memperingatkan bahwa tingkat pengangguran dapat mencapai level yang tidak terbayangkan sejak wabah COVID-19 menyebar.

Sementara di sisi lain, secara bersamaan, kebutuhan untuk ventilator dan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis semakin langka. Angka kematian akibat COVID-19 pun dikabarkan terus meningkat.  Kota New York, menjadi wilayah paling 'mematikan' di AS. Jumlah korban meninggal hampir 2.400 orang akibat COVID-19.

Satu Juta Lebih

Merujuk data Universitas Johns Hopkins di AS, jumlah infeksi COVID-19 di seluruh dunia, telah melampau angka satu juta orang lebih. Korban meninggal lebih 50.000 orang.

Meski angka sebenarnya diyakini jauh lebih tinggi,  karena kurangnya alat pengujian. Banyak kasus terinfeksi COVID-19 ringan yang tidak dilaporkan dan kemungkinan beberapa negara menutupi tingkat wabah mereka.

Sementara itu, ekonomi yang semakin terpuruk hampir pasti menandakan dimulainya resesi global atau kelesuan di sektor ekonomi dunia, dengan banyaknya orang kehilangan pekerjaan.

“Kecemasan saya memuncak. Tidak tahu apa yang akan terjadi,” ujar Laura Wieder, mantan manajer bar olahraga di Bellefontaine, Ohio, yang diberhentikan dari pekerjaannya karena tempatnya telah ditutup, seperti dikutip dari Detik.com.

Sebuah jajak pendapat dari The Associated Press-NORC Center untuk Penelitian Urusan Publik menunjukkan, sekitar setengah dari keseluruhan warga AS yang saat ini masih bekerja di tengah pandemi COVID-19, melaporkan tentang berkurangnya penghasilan mereka. Sementara, orang miskin dan mereka yang tidak memiliki gelar sarjana, disebut menjadi kelompok yang paling rentan kehilangan pekerjaan.

Rumah Pemakaman Kewalahan

Krisis kesehatan di kota New York, juga semakin 'terpukul’. Itu karena rumah pemakaman atau tempat jenazah dipersiapkan untuk dikubur atau dikremasi, harus menampung 185 peti jenazah, tiga kali lipat dari kapasitas normal.

Dengan lebih dari 240.000 orang terinfeksi COVID-19 di AS dan jumlah kematian melampaui 5.800 orang, Badan Manajemen Darurat Federal (FEMA) tengah meminta Pentagon untuk mengirim 100.000 kantong jenazah karena kemungkinan rumah pemakaman akan kewalahan.

Ancaman kelangkaan obat

Setidaknya satu juta orang di Eropa diperkirakan kehilangan pekerjaan selama periode yang sama. Jumlah sebenarnya, mungkin jauh lebih tinggi.

Spanyol melaporkan daftar panjang orang-orang yang kehilangan pekerjaan di negaranya, yaitu lebih dari 300.000 orang di bulan Maret. Namun, angka di Eropa tampaknya jauh lebih kecil dibanding AS, karena jaring pengaman sosial di Eropa lebih besar.

Sistem perawatan kesehatan Spanyol yang semakin terpukul, membuat rekor harian mencapai angka 950 kematian, sehingga jumlah korban meninggal terbaru sedikitnya 10.000 orang. Namun, pihak berwenang di Spanyol mengatakan ada tanda-tanda bahwa tingkat infeksi melambat.

Sementara, Italia mencatat ada penambahan 760 angka kematian, dengan total orang yang meninggal akibat COVID-19 menjadi 13.900 orang, dan disebut sebagai yang terburuk di dunia. Namun, pihak berwenang Italia juga menyebutkan bahwa angka infeksi baru terus menurun.

Prancis mencatat angka terkini yakni 4.500 kematian, dengan 471 orang meninggal dalam 24 jam terakhir. Namun, para pejabat memperingatkan angka kematian akan melonjak secara signifikan karena mereka baru saja mulai menghitung kematian di panti jompo dan fasilitas untuk orang-orang tua lainnya.

Seorang pejabat kesehatan terkemuka di bagian timur Prancis, yang menjadi wilayah paling parah terkena dampak wabah COVID-19 mengatakan, pihak berwenang AS merebut secara diam-diam pasokan masker yang dipesan oleh Prancis, di bandara China.

Lebih jauh, sembilan rumah sakit universitas terkemuka di Eropa memperingatkan bahwa mereka akan kehabisan obat esensial untuk pasien COVID-19 dalam perawatan intensif, dalam waktu kurang dari dua minggu. (*)