Selasa, 10 Maret 2020 18:26

Pengamat Sebut Paket Danny-Zunnun Sebagai Reinkarnasi Soepomo-Kadir di Pilkada 2013

Fathul Khair Akmal
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Danny-Zunnun
Danny-Zunnun

Partai Golkar menentukan sikap di Pilwalkot Makassar. Danny Pomanto yang berhasil mendapatkan rekomendasi partai beringin rindang itu, untuk maju bertarung memperebutkan kursi wali kota Makassar.

RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Partai Golkar menentukan sikap di Pilwalkot Makassar. Danny Pomanto yang berhasil mendapatkan rekomendasi partai beringin rindang itu, untuk maju bertarung memperebutkan kursi wali kota Makassar.

Rekomendasi tersebut diberikan dengan ketentuan, mantan wali kota periode lalu itu, menggandeng kader dari partai Golkar untuk menjadi wakilnya. Rekomendasi kepada Danny-pun, menarik perhatian.

"Prosedur rekrutmen bakal calon untuk diusung Golkar, sebenarnya sudah dilakukan. Ada beberapa nama yang terjaring untuk sampai di DPP. Deng Ical sebagai kader internal, serta Danny Pomanto, dan None sebagai figur eksternal," ungkap pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Priyanto, Selasa (10/3/2020).

"Anomali terjadi ketika nama-nama itu mulai mengerucut di DPP. DPD 1 cenderung memprioritaskan DP, kader eksternal incumbent untuk dipasangkan dengan Zunnun, sebagai wakil. Zunnun sendiri bukan tokoh politik yang populer bagi pemilih Makassar. Padahal, di beberapa survei, Deng Ical, prospek elektoralnya cukup baik," tambahnya.

Luhur menyebut, tidak berat untuk menganalisa kenapa nama Zunnun yang didorong untuk mendampingi Danny Pomanto. Hal ini tak lepas dari kepentingan keluarga.

"Sulit untuk tidak membaca pemilihan Zunnun sebagai Wakil karena previlege NH, sebagai orang tua sekaligus Ketua DPD 1," sebutnya.

Kepentingan untuk mengakomodir keluarga dalam kontestasi politik Makassar menurut Luhur bukan kali pertama. Hal ini pun terjadi pada pemilihan walikota Makassar di masa lampau.

"Kalaupun DP-Zunnun berpasangan, saya menilai mereka seperti reinkarnasi pasangan Soepomo-Kadir di Pilwali 2013 lalu. Saat itu, Soepomo juga selalu leading di hampir semua potret survei," ungkapnya lagi.

Dengan pengalaman poltik di masa lalu, Luhur menyebut Golkar harus belajar. Pasalnya, jika salah mengambil keputusan, bukan hanya mengurangi kesolidan partai, namun kemenanganpun akan sulit diraih.

"Saya kira Golkar harus belajar dari pengalaman Pilwali 2013. Upaya pimpinan mengakomodasi kepentingan kerabat terdekat, tanpa rasionalitas elektoral hanya akan mengurangi soliditas partai dan mengecewakan figur internal. Dan pada akhirnya, keputusan seperti itu tidak cukup untuk memenangkan kontestasi," jelasnya.