RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Munculnya wacana kerja 4 hari dalam seminggu, untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) masih ramai diperbincangkan. Wacana ini masih menjadi perdebatan di tengah-tengah masyarakat di Indonesia. Selain wacana tersebut, muncul juga wacana ASN dapat berkantor di rumah.
Banyak yang menyambut baik mencuatnya wacana ini. Namun, tak jarang juga masyarakat yang mengisyaratkan penolakan wacana tersebut.
Di Sulsel, salah satu yang memberi komentar terkain wacana tersebut adalah politisi dari partai Demokrat, Selle ks Dalle. Ia menyebut wacana ASN dapat berkantor di rumah tersebut, akan memberi peluang kepada para pejabat untuk lebih banyak libur dari pada bekerja. Dimana pekerjaa para pejabat akan lebih banyak diserahkan ke bawahan atau pegawai honorer.
"Kadis akan lebih banyak pergi urus bisnis. Honorer yang akan setengah mati bekerja. Tak tahu lagi dibedakan yang mana honorer yang mana pembantu," ungkap Selle, legislator incumbent di DPRD Sulsel.
Selian wacana tersebut di atas, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Sulawesi Selatan juga mengomentari rencana penghapusan honorer oleh pemerintah pusat. Disisi lain Selle juga iba dengan upah yang diterima oleh honorer yang terkadang tak sesuai dengan pekerjaan. Bahkan terkadang tak sesuai dengan UMP. Namun dengan jumlah tenaga honorer yang tak sedikit pun disebut membebani anggaran.
"Dalam UU kan tak ada istilah honorer. Yang ada hanyalah ASN atau pegawai kontrak kerja. Upah honorer dibawa standar UMP. Kenapa? Sebagai contoh, upah yang disiapkan hanya untuk membayar 10 orang sesuai standar UMP tapi ternyata yang harus dibayar 35 orang. Akhirnya upah yang awalnya hanya untuk 10 orang dibagi untuk 35 orang," ungkapnya.
Faktor lain menurut Selle adalah, dari tahun ke tahun tenaga honorer terus bertambah. Pertambahan ini disebut membebani keuangan. Untuk menepis itu, diupayakan melakukan rasionalisasi dengan beberapa ketentuan.
"Beban anggaran terlalu besar. Namun ada honorer yang terlanjur bekerja, sudah lama dan cukup memberi kontribusi sementara status tak jelas, gaji tak jelas. Beberapa sekolah misalnya, ada yang tergantung ke tenaga honorernya,"
"Misalnya, di DPRD 230 honorer paling tinggal 70 yang akan diambil. Yang lain mau dikemanakan? inikan keputusan tidak berpihak ke rakyat. Rasionalisa yang mau didorong karena jadi beban anggaran," ungkapnya.
Di sisi lain, Selle mengatakan masih terdapat beberapa tempat yang membutuhkan ASN. Bahkan jumlahnya tak sedikit. Tempat yang dimaksud tersebut adalah tenaga ASN yang berada di Desa. Dikatakan, pegawai yang ada di desa hanya satu orang yang berstatus sebagai ASN yakni Sekretaris desa (Sekdes).
"Kita dorong agar jumlah ASN yang bertugas di Desa bisa meningkat. Minimal 3 orang. Ini agar jelas statusnya honorer. Ini yang perlu kita mulai dari Sulsel," jelas Selle.