RAKYATKU.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, memimpin rapat terbatas membahas nasib foreign terrorist fighters (FTF) di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (21/1/2020).
Berbicara kepada wartawan selepas rapat, Mahfud memastikan pemerintah akan segera memutuskan nasib ratusan FTF yang berada di berbagai negara tersebut.
"Ini sedang dicari cara. Tetapi dalam waktu yang tidak lama akan segera diputuskan karena itu kan menyangkut banyak kementerian. Kementerian Sosial yang menampung akibat-akibat sosialnya, Kementerian Hukum dan HAM menyangkut hukum dan kewarganegaraannya, ada juga pariwisata dan investasi bisa terkena imbas kalau masih ada ancaman teroris dan sebagainya," ujarnya seperti dikutip dari laman resmi Kemenko Polhukam, Rabu (22/1/2020).
"Mungkin dalam paruh pertama tahun ini kita sudah sudah punya sikap, barangkali ya, barangkali sudah selesai."
Menurut dia, saat ini ada sekitar 660 terduga teroris pelintas batas asal Indonesia yang ada di berbagai negara. Mahfud lantas menjelaskan sejumlah persoalan terkait mereka, mulai dari meminta pulang hingga diminta untuk segera dipulangkan.
Di beberapa negara, kata Mahfud, ada pihak swasta yang mau memulangkan keluarga FTF saja, seperti istri atau anak. Sementara FTF itu sendiri tidak dipulangkan.
"Tadi itu didiskusikan apakah itu mau dipulangkan apa tidak, kalau mau dipulangkan, pulangkan semua atau tidak. Memang tidak mudah karena berdasarkan prinsip konstitusi setiap warga negara itu punya hak untuk mendapat kewarganegaraan dan tidak boleh berstatus stateless, tetapi problemnya kalau mereka dipulangkan karena hak itu. Itu juga bisa menjadi, ada yang khawatir menjadi virus, virus teroris baru di sini," kata Mahfud dilansir dari CNBCIndonesia.
Lebih lanjut, dia menekankan, FTF tersebar di berbagai negara seperti Afghanistan, Suriah, dan negara-negara lain. Namun, jumlah yang terbanyak berada di Suriah.
"Ini nanti kan masyarakat di bawah ada macam-macam itu, ada yang bilang tidak boleh dipulangkan saja, tetapi ada yang bilang ya itu hak warga negara. Tapi kalau hak warga negara juga hak itu menurut Undang-Undang Dasar Pasal 22 J ayat (2) itu memang bisa dicabut. Tergantunglah nanti bagaimana kita membuat hukumnya," ujar Mahfud.