RAKYATKU.COM,MAKASSAR - Ruangan itu ramai piagam penghargaan. Digantung rapi pada tembok bercat putih bersih.
Dalam ruangan yang tak terlalu luas itu, terdapat meja kerja. Ditempatkan di sudut ruangan. Di depannya ada sofa. Tempat menerima tetamu.
Senin pagi menjelang siang (13/1/2020), Andi Mustaman menerima Rakyatku.com. Dia duduk di sofa. Sesekali menyilangkan kaki.
Berbincang dengan suasana santai, ketua Yayasan Bakti Bumi Persada itu berkisah suka duka mengelola kampus. Yayasan itu menaungi STIE Wira Bhakti di Jalan AP Pettarani, Makassar.
Andi Mustaman sudah lama bergelut dengan dunia kampus. Pada 1986, dia menjadi pembantu ketua Stisipol 17 Agustus.
Pada era itu, selain di kampus, putra kelahiran Bone 26 April 1961 itu juga aktif berorganisasi. Sempat menduduki jabatan ketua Pemuda Panca Marga. Juga sekretaris umum Partai Demokras Kebangsaan (PDK).
Mantan anggota DPRD Sulawesi Selatan periode 2009-2014 itu juga pernah menjadi pengurus PSSI Sulsel.
"Dukanya tentu saja kalau mahasiswanya sedikit ya," ucap Andi Mustaman sambil tersenyum.
Sudah hampir dua dasawarsa suami Andi Fatima S Alam itu bergelut dengan STIE Wira Bhakti. Sudah ribuan alumni yang ditelurkan.
"Sukanya tentu saja jika kampus menerima banyak pendaftar," lanjut ayah Andi Zulfikar itu.
Animo calon mahasiswa, kata dia, memperlihatkan bagaimana perkembangan dunia pendidikan di Sulawesi Selatan.
"Saya pribadi merasa, yang masih menjadi pokok permasalahan di Sulawesi Selatan ini adalah lapangan kerja," ujar mantan wakil ketua Komisi E DPRD Sulsel itu.
"Nah bagaimana bisa meningkat lapangan kerjanya kalau usia-usia yang seharusnya mengenyam pendidikan, malah putus sekolah," lanjutnya.
Kegelisahan itu yang membuat Andi Mustaman tergerak ikut Pilkada Makassar. Pengalaman duduk di DPRD Sulsel menyadarkannya bahwa daerah ini masih sangat membutuhkan pembenahan dalam pendidikan dan kesehatan.
"Kalau tidak dibenahi dari awal, maka akan sulit kita membicarakan kesejahteraan," katanya.
Masyarakat yang masih berada di tingkat ekonomi bawah akan terus menderita tanpa dukungan dari pihak lain. Pemerintah seharusnya hadir. Jangan lagi ada anak yang putus sekolah. Hanya karena orang tuanya tidak punya biaya.
"Kenapa tidak punya biaya? Karena orang tuanya tidak memiliki pekerjaan tetap. Kenapa tidak bekerja tetap? Karena orang tuanya itu juga tidak memiliki pendidikan yang mendukung. Nah, rantai inilah yang harus kita akhiri bersama," jelas Andi Mustaman.
Pada akhir perbincangan, mahasiswa program doktoral Universitas Muslim Indonesia (UMI) itu membeberkan prinsip hidupnya.
"Ada dua hal yang saya pegang erat dalam perjalanan hidup saya, yaitu kejujuran dan kedisiplinan. Fondasi hidup yang sesungguhnya itu kejujuran," tutur Andi Mustaman.