Sabtu, 11 Januari 2020 21:44

MA Ikut Andil, Penyuap Anggota KPU Ingin Masuk DPR RI Hanya Bermodal 5.878 Suara

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
ILUSTRASI
ILUSTRASI

Kasus suap yang menjerat anggota KPU RI, Wahyu Setiawan terlalu "kasar". Pelaku, Harun Masiku, mencoba menembus DPR RI hanya dengan bermodal 5.878 suara.

RAKYATKU.COM - Kasus suap yang menjerat anggota KPU RI, Wahyu Setiawan terlalu "kasar". Pelaku, Harun Masiku, mencoba menembus DPR RI hanya dengan bermodal 5.878 suara.

Jumlah suara seperti itu hanya cukup untuk masuk DPRD kabupaten/kota. Berdasarkan data Pemilu 2019, semua caleg terpilih memiliki suara di atas 20 ribu.

Mulan Jameela, misalnya, yang "dipaksakan" masuk DPR RI oleh Partai Gerindra melalui pengadilan, meraih 24.192 suara.

PDIP berusaha meloloskan Harun Masiku sebagai pengganti antarwaktu (PAW) terhadap Riezky Aprilia yang lebih dahulu dilantik. Dia terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1.

Sebenarnya, peraih suara terbanyak PDIP di dapil ini, Nazarudin Kiemas. Dia adik ipar Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Suaranya mencapai 145.752. Namun, meninggal sebelum pemungutan suara.

Karena Nazaruddin tak lagi memenuhi syarat, kursi itu akhirnya menjadi milik Riezky yang menjadi peraih suara terbanyak setelahnya. Dia meraih 44.402 suara.

Posisi berikutnya ditempati Darmadi Jufri dengan 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diah Okta Sari 13.310 suara, lalu Harun 5.878 suara. 

"Dia (Harun Masiku) sosok yang bersih. Kemudian, di dalam upaya pembinaan hukum selama ini cukup baik ya track record-nya," kata Sekjen PDIP, Hasto Kristyanto.

Nah, kasus suap ini ikut dipicu putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 57 P/HUM/2019. MA mengabulkan gugatan PDIP agar partai diberi kewenangan menentukan caleg terpilih sebagai pengganti caleg yang tidak memenuhi syarat.

Pengamat politik, Jeirry Sumampow menilai putusan MA dalam tahapan pemilu berpeluang membuka munculnya praktik suap.

Putusan MA bermula ketika pihak DPP PDI Perjuangan mengajukan uji materi terhadap PKPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara ke MA. Permohonan uji materi atas PKPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dilakukan sebelum KPU menetapkan calon anggota DPR RI terpilih. 

Kemudian, melalui putusannya, MA menyatakan perolehan suara tetap dinyatakan sah meski calon anggota legislatif telah meninggal dunia. Jeirry lantas mencontohkan situasi jika dalam kasus pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dari fraksi PDI Perjuangan, KPU setuju dengan putusan MA. 

Jika kondisinya demikian, dia menduga publik tidak akan memprotes keputusan KPU. "Kalau pun ada yang protes lalu dimentahkan oleh KPU dengan logika regulasi tadi. Jadi ini memperlihatkan bahwa lembaga hukum kita harus hati-hati," tegas dia. 

Jeirry mengakui jika MA sebagai lembaga hukum memiliki wewenang untuk memproses dan memutuskan uji materi. Namun, ia mengingatkan bahwa dalam konteks uji materi aturan kepemiluan, MA juga harus mempertimbangkan logika kepemiluan. 

"MA tidak bisa membuat logika sendiri. Karena kalau kewenangan (soal penunjukan PAW) diberikan ke partai, dalam kasus PDI Perjuangan maka aneh," tutur Jeirry. 

Pasalnya, caleg PDI Perjuangan atas nama Nazarudin Kiemas yang posisinya diperebutkan sudah meninggal dunia. Dengan begitu, status Nazarudin adalah tidak memenuhi syarat (TMS). 

Komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik, mengatakan DPP PDI Perjuangan mengajukan uji materi terhadap PKPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang pemungutan dan penghitungan suara ke MA. Permohonan uji materi ini dilakukan sebelum KPU menetapkan calon anggota DPR RI terpilih. 

PDIP mengajukan uji materi pasal 54 ayat (5) PKPU Nomor 3 Tahun 2019. Terhadap pengajuan uji materi ini, MA memutuskan permohonan pemohon dikabulkan sebagian. 

"… dinyatakan sah untuk calon yang meninggal dunia dan dinyatakan sah untuk partai politik bagi calon yang meninggal dunia dan dinyatakan sah untuk partai politik bagi calon yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon," begitu bunyi amar putusannya. 

Berdasarkan putusan MA itu, DPP PDI Perjuangan mengajukan permohonan kepada KPU agar melaksanakan putusan tersebut. Permohonan ini tertuang melalui Surat DPP PDI Perjuangan Nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 tanggal 5 Agustus 2019 perihal permohonan pelaksanaan utusan MA. 

Isi surat meminta calon yang telah meninggal dunia atas nama Nazarudin Kiemas, nomor urut 1, dapil Sumatera Selatan I, suara sahnya dialihkan kepada calon atas nama Harun Masiku. KPU lalu menjawab surat PDI Perjuangan. 

Terhadap surat DPP PDI Perjuangan tersebut, KPU merespon melalui surat KPU Nomor 1177/PY.01.1-SD/06/KPU/VIII/2019 tanggal 26 Agustus 2019 yang intinya menyatakan tidak dapat mengakomodasi permohonan DPP PDI Perjuangan karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 

Selain itu, KPU menilai amar putusan MA juga tidak secara eksplisit memerintahkan hal yang diminta oleh DPP PDI Perjuangan kepada penyelenggara pemilu. 

Selanjutnya, KPU melaksanakan Rapat Pleno penetapan Kmkursi dan caleg DPR RI terpilih pada 31 Agustus 2019. Untuk dapil Sumatera Selatan I ditetapkan DPP PDI Perjuangan memperoleh 1 kursi dan caleg terpilih atas nama Rezky Aprilia. 

Kemudian, pada 27 September 2019, KPU menerima tembusan surat PDI Perjuangan nomor 72/EX/DPP/IX/2019 tanggal 13 September 2019 perihal permohonan fatwa terhadap putusan MA. Surat itu ditujukan untuk Ketua MA Republik Indonesia. 

"Pada pokoknya PDI Perjuangan meminta fatwa kepada MA agar KPU bersedia melaksanakan permintaan DPP PDI Perjuangan sebagaimana yang tercantum dalam amar putusan," tutur Evi. 

Selanjutnya, pada 18 Desember 2019, KPU menerima surat dari DPP PDI Perjuangan nomor 224/EX/DPP/XII/2019 tanggal 6 Desember 2019 perihal Permohonan Pelaksanaan fatwa MA dengan melampirkan fatwa MA yang pada pokoknya memohon kepada KPU untuk melaksanakan PAW dari Rizky Aprilia sebagai anggota DPR Dapil Sumatera Selatan I kepada Harun Masiku. 

Adapun fatwa MA disampaikan melalui Surat MA Nomor 37/Tuaka.TUN/IX/2019 tanggal 23 September 2019, yang pada pokoknya menyebutkan bahwa untuk melaksanakan Putusan MA tersebut, KPU wajib konsisten menyimak “Pertimbangan Hukum” dalam putusan dimaksud. 

"Khususnya (pertimbangan hukum) halaman 66-67, yang antara lain berbunyi “Penetapan Suara Calon Legislatif yang meninggal dunia, kewenangannya diserahkan kepada Pimpinan Partai Politik untuk diberikan kepada Calon Legislatif yang dinilai terbaik” jelas Evi. 

Terhadap surat DPP PDI Perjuangan tersebut pada angka, KPU menjawab melalui surat KPU Nomor 1/PY.01-SD/06/KPU/I/2019 tanggal 7 Januari 2020.  Dalam surat itu, KPU tidak dapat memenuhi permohonan PAW atas nama Rezky Aprilia kepada Harun Masiku karena tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Dalam hal ini ketentuan Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), dan Pasal 9 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penggantian Antarwaktu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Berdasarkan kronologi di atas, kata Evi, hingga saat ini tidak ada PAW untuk kursi PDI-P dari dapil Sumatera Selatan I. Posisi calon terpilih sesuai yang ditetapkan oleh KPU pada tanggal 31 Agustus 2019 atau Rezky Aprilia.