Rabu, 25 Desember 2019 04:30

Jangan Memberi Nasihat dengan Cara Mencela, Begini Akibatnya

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Ilustrasi.
Ilustrasi.

Syekh Abu Ishaq al-Qayrawani dalam kitab Jam’u al Jawahir fi al Milhi wa al Nawadir pernah menceritakan sebuah kisah seorang waa’izh–pemberi nasehat,

RAKYATKU.COM - Syekh Abu Ishaq al-Qayrawani dalam kitab Jam’u al Jawahir fi al Milhi wa al Nawadir pernah menceritakan sebuah kisah seorang waa’izh–pemberi nasehat, tokoh agama, dai– yang lalai. Mengapa pemberi nasihat itu dianggap lalai?

Alkisah, di negeri Mesir, hiduplah seorang pemberi nasehat bernama Abu Abdillah al-Khawas, dalam kisah ini dia dianggap sebagai seseorang yang paling lalai, ceroboh, dan sembrono. 

Suatu hati Abu Abdillah al-Khawas didatangi seorang lelaki yang awam sekali kehidupan agamanya. Laki-laki awam itu bernama Muhammad al-Qamqamani, seorang tukang roti. Maksud si tukang roti itu ialah berkonsultasi ihwal kehidupan beragamanya.

Si tukang roti pun membuka pembicaraan, “Allah telah menjadikan Anda orang saleh, sedangkan saya memiliki jiwa yang sakit, bahkan untuk melakukan amal kebaikan saja rasanya aku tak mampu. Wahai Syekh, bagaimana cara menyembuhkan penyakitku ini?”

Abu Abdillah al-Khawas pemberi nasehat itu pun menjawab, “Perbanyaklah membaca Al-Qur’an”.

Mendengar jawaban itu, lalu si tukang roti menimpali, “Aku hanya hafal al-Fatiha, dan surat al-Ikhlas, aku juga membacanya berkali-kali, namun tetap saja jiwaku yang sakit ini tak kunjung sembuh”.

Pemberi nasihat itu pun lantas memberikan sarannya lagi, dia berkata, “Sering-seringlah ingat mati,” ujarnya singkat.

“Aku sudah melakukannya namun aku sering lupa, dan itu seperti tidak ada hasilnya,” jawab si tukang roti.

Tanpa menyerah Abu Abdillah al-Khawas pun memberikan sarannya lagi, “Perbanyaklah menghadiri majelis zikir dan majelis ilmu.”

“Aku telah meninggalkan pekerjaanku dan menghadiri beberapa majelis, namun tetap saja jiwaku tak tenang, jiwaku yang sakit ini tak kunjung sembuh,” jawab si tukang roti.

“Wah, sepertinya Allah telah melaknat jiwa dan hatimu,” celetuk Abu Abdillah al-Khawas sang pemberi nasihat itu.

Mendengar pernyataan terakhir Abu Abdillah al-Khawas, si tukang roti itu pun tidak terima. Dia pun lantas melapor kepada Jirman bin Muthohar seorang polisi yang ada di wilayah itu, si tukang roti berharap agar Abu Abdillah al-Khawas tak sembarangan melaknat orang.

Dari kisah ini kita belajar, dalam menasihati, dan mendakwahi orang lain dahulukanlah sikap basyiir –pembawa kabar gembira–, jangan tiba-tiba menjadi nadziir –pembawa peringatan– yang dengan seenaknya melaknat, mencaci maki orang lain.

Orang yang mendahulukan nadziir daripada basyiir dalam kisah ini masuk dalam kategori orang yang lalai, ceroboh, dan sembrono.

Wallahualam.

Sumber: Islami