Rabu, 18 Desember 2019 04:30

Menurut Imam Al-Ghazali Ada 4 Macam Cinta, Apa Saja?

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Ilustrasi.
Ilustrasi.

Imam Al-Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumuddin, mengklasifikasikan cinta menjadi empat macam.

RAKYATKU.COM - Imam Al-Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumuddin, mengklasifikasikan cinta menjadi empat macam.

Cinta itu salah-satu anugrah terbesar Allah swt atas hambanya, maka dalam kondisi apapun kita mesti syukuri. 

Sementara artikulasi mencintai bisa diartikan dalam banyak bentuk, melewati batas kewajaran dan sesuai norma, tentu saja hal itu sah-sah saja. 

Seperti pesan moral (hikmah) dari pernikahan, yang tidak ada hubungannya dengan cinta pasangan suami-istri halal: suami-istri. Oleh karena itu, Nabi Muhammad saw pernah berpesan:

“Aku telah dianugrahkan (rasa) cinta atas duniamu, perempuan dan wewangian. Dan dijadikan sebagai penentram dalam shalat. " (HR. Ahmad, An-Nasa'i, Hakim, dan Al-Baihaqi)

Untuk menggapai hakikat cinta itu, Imam Al-Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumuddin, mengklasifikasikan cinta menjadi empat macam, yaitu:

Pertama, cinta karena faktor internal. Terkait cinta yang didasarkan pada kesempurnaan fisik, etika, kecerdasan, dan lainnya. Bagian yang ditemukan dalam diri seseorang (dzati), yang disetujui oleh khalayak umum. 

Dan bukankah itu yang membuat seseorang jatuh cinta? Bagi Al-Ghazali, motivasi utama dalam merajut cinta tak melulu berdasar kesempurnaan fisik, yang terpenting menemukan kenyamanan dan kecocokan (munasabah).

Al-Ghazali beralasan, mengembalikan rasa cinta itu pada sepasang kekasih yang tidak lagi mempersoalkan fisik yang rupawan. Dalam sebuah hadis, seperti disinggung beliau, nabi Saw. bersabda:

“Jiwa-jiwa (manusia) yang hampa, layaknya sekumpulan misi yang dilepas. Ketika mereka bertemu dan saling kenal, maka terjadi kecenderungan (cinta), dan kompilasi tidak mengenal, mereka akan berpaling." (HR. Bukhari dan Muslim)

Kedua, cinta karena harta (kepentingan duniawi). Melebihi dasar cinta, meliankan karena alasan lain, seperti harta, kedudukan dan lainnya. Bagi mereka, cinta yang benar-benar disukai pasangan, tapi keinginan yang mereka inginkan. Secara hukum fikih, akan sangat tergantung pada hukum-tidaknya tujuan-tujuan duniawi tersebut.

Ketiga, cinta karena Allah swt (ukhrawi). Terkait hubungan cinta-kasih yang dibangun tidak hanya berdasarkan tampilan fisik yang rupawan, tetapi juga demi kepentingan akhirat ( ukhrawi). Al-Ghazali mencontohkan, cinta jenis ini seperti menerima istri yang saleha yang dapat disetujui (kehormatan) agamanya, memberikan kemenangan yang saleh-saleha dan alasan-alasan lainnya.

Kendati cinta jenis ini tak bisa lepas dari kepentingan dunia, namun tetap saja ia menjadi bagian cinta fillah, karena sosok yang dicintai bisa mengantarkan pada Allah SWT. Untuk mewujudkan itu, cinta yang dibangun harus atas dasar keimanan, yang dimaksudkan untuk memenuhi keinginan ukhrawi yang diperoleh berkurang, maka akan berkurang pula rasa cintanya, dan akan semakin meningkat.

Keempat, cinta hanya dan karena Allah swt (lillah dan fillah). Bagian ini dikenal sebagai cinta tingkat tinggi, yang berarti cinta yang dilakukan semata-mata karena Allah swt. Analoginya, kompilasi kita mencinta seorang kekasih, maka kita akan meminta orang-orang terdekatnya, apapun itu. 

Bahkan kekurang Yang dimiliki, Tetap dianggap mempesona, seperti pepatah: gara-gara pesona mawar, durinya pun Ikut disiram.

Puncak cinta yang hanya karena Allah SWT, tidak lagi dapat membedakan antara nikmat dan petaka, sebab segalanya dari dan kembali kepada-Nya. Ia akan melakukan apa saja yang diminta oleh kekasihnya, seperti ia akan menerima apa pun yang diminta oleh sang kekasih.

Waallahualam.

Sumber: Islami.co