Kamis, 12 Desember 2019 16:23

Imam Shamsi Ali Sebut Hartadinata Nonmuslim, Ternyata Pernah Ditinggalkan Ustaz Yusuf Mansur

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Imam Shamsi Ali Sebut Hartadinata Nonmuslim, Ternyata Pernah Ditinggalkan Ustaz Yusuf Mansur

Suatu hari sekitar satu atau dua tahun lalu. Ustaz Yusuf Mansur dipertemukan Hartadinata Harianto. Dia CEO Stern Resources Group, yang kini jadi perbincangan.

RAKYATKU.COM - Suatu hari sekitar satu atau dua tahun lalu. Ustaz Yusuf Mansur dipertemukan Hartadinata Harianto. Dia CEO Stern Resources Group, yang kini jadi perbincangan.

Stern Resources Group adalah perusahaan investasi berbasis syariah. Hartadinata meluncurkan produknya di salah satu pesantren di Surabaya.

Belakangan diketahui bahwa dia nonmuslim yang mencoba menggarap bisnis haji dan umrah. Imam Shamsi Ali, salah satu yang mengungkap fakta itu.

Kemudian banyak warganet yang bertanya kepada Ustaz Yusuf Mansur. Beberapa waktu lalu, Hartadinata pernah foto bareng Ustaz Yusuf Mansur.

Pertanyaan warganet itu diunggah di akun Instagramnya, Kamis (12/12/2019). Rupanya, Ustaz Yusuf Mansur pernah meninggalkan forum yang dihadiri Hartadinata.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Bismillaah... Ttg Pak Harta... Saya belajar baik sangka. Tp saya jg belajar u punya prinsip dan harga diri. Juga kewaspadaan. Bbrp wkt yl., saya lupa, sekitar 1-2th yl kalo ga salah. Ada kwn yg mempertemukan dg Pak Harta. Terus terang, perkenalannya trlalu bombastis menurut saya. Kebetulan saya kan ngusung tema2 "jadi investor". Mengubah DNA, dari dibeli2, dan jual2, jd yang membeli. Jd yg berinvestasi. So, pd pertemuan yg sekali kalinya dg Pak Harta, saya dah ga ada interest sama sekali. Saya ksh tau juga orang2 saya, orang Paytren. Untuk jgn ngasih data apa2. Sebab koq kayak ada yang aneh. Saya ga mau lanjut mikir lbh jauh. Sbb itu tadi. Belajar baik sangka. Pak Harta kemana2 nawarin bantuan, permodalan, dll... Dengan angka dan portofolio yang buat sebagian besar orang, menggiurkan. Saya saat itu sempet bilang agak tajem ke Pak Harta. Dan mengingatkan. Jgn ampe macem2 dg data2. Dan saya pun sempet menunjukkan gestur ga senang. Dulu, supaya ga gimana2, lsg saya pamit. Dan saya tinggal pertemuan itu. Khawatir saya jd kasar. Setelah itu saya banyak dikontak kwn2. Jawaban saya.... Bisa jadi, untuk seseorang yang ada impiannya, bisa jadi bakal berhasil. Tapi semua ada aturan maennya. Sebaik2nya, kita, begitu saya bilang, memproses sendiri. Bersatu. Berproses dengan baik dan benar. Apalagi sampe begitu mudah ngasih data. Ada proses NDA dll. Udah menjadi kemakluman, bhw di Indonesia, kita mudah terpesona. Hanya dengan kata2 saja, bisa kemudian menarik perhatian dan simpati. Dan jadilah beritanya tambah bombastis lagi. Sekali lagi, mungkin aja semuanya akan tampak benar. Tapi bila itu trjadi, semua krn kita yang menyerahkan data, dan lalu orang lain yang mengolahnya, mengelolanya, dan menjadikan benefit buatnya. Sementara kita? Yang punya data dan market? Malah tetep aja jadi market. Dan satu lagi, malunya itu. Kesannya, kita, kaum muslim dan pasar muslim, bahkan Indonesia, dan bangsa Indonesia, ya butuh dana banget. Ga terhormat. Tidak mulia.. Kita butuh dana. Tapi kita juga punya harga diri. Kalau sampe dipajang2 ke semua investor, misal, oleh calo bodong tanpa modal, ya rasanya, hanya dengan bersatu di dalam negeri saja, kita bisa kita mampu. Yakin.

Sebuah kiriman dibagikan oleh Yusuf Mansur (@yusufmansurnew) pada

Berikut cerita Ustaz Yusuf Mansur selengkapnya dengan perbaikan kalimat yang disingkat:

Bismillaah... Tentang Pak Harta... Saya belajar baik sangka. Tapi saya juga belajar untuk punya prinsip dan harga diri. Juga kewaspadaan.

Beberapa waktu yang lalu, saya lupa, sekitar 1-2 tahun yang lalu kalo ga salah. Ada kawan yang mempertemukan dengan Pak Harta.

Terus terang, perkenalannya terlalu bombastis menurut saya.

Kebetulan saya kan ngusung tema-tema "jadi investor". Mengubah DNA, dari dibeli-beli, dan jual-jual, jadi yang membeli. Jadi yang berinvestasi.

So, pada pertemuan yang sekali-kalinya dengan Pak Harta, saya sudah ga ada interest sama sekali. Saya kasih tahu juga orang-orang saya, orang Paytren. Untuk jangan ngasih data apa-apa. Sebab kok kayak ada yang aneh.

Saya ga mau lanjut mikir lebih jauh. Sebab itu tadi. Belajar baik sangka.

Pak Harta kemana-mana nawarin bantuan, permodalan, dan lain-lain... Dengan angka dan portofolio yang buat sebagian besar orang, menggiurkan.

Saya saat itu sempet bilang agak tajem ke Pak Harta. Dan mengingatkan. Jangan sampai macem-macem dengan data-data. Dan saya pun sempet menunjukkan gestur ga senang. Dulu, supaya ga gimana-gimana, langsung saya pamit. Dan saya tinggal pertemuan itu. Khawatir saya jadi kasar.

Setelah itu saya banyak dikontak kawan-kawan.

Jawaban saya.... Bisa jadi, untuk seseorang yang ada impiannya, bisa jadi bakal berhasil. Tapi semua ada aturan maennya. Sebaik-baiknya, kita, begitu saya bilang, memproses sendiri. Bersatu. Berproses dengan baik dan benar. Apalagi sampe begitu mudah ngasih data. Ada proses NDA dan lain-lain.

Udah menjadi kemakluman, bahwa di Indonesia, kita mudah terpesona. Hanya dengan kata-kata saja, bisa kemudian menarik perhatian dan simpati. Dan jadilah beritanya tambah bombastis lagi.

Sekali lagi, mungkin aja semuanya akan tampak benar. Tapi bila itu terjadi, semua karena kita yang menyerahkan data, dan lalu orang lain yang mengolahnya, mengelolanya, dan menjadikan benefit buatnya. Sementara kita? Yang punya data dan market? Malah tetep aja jadi market.

Dan satu lagi, malunya itu. Kesannya, kita, kaum muslim dan pasar muslim, bahkan Indonesia, dan bangsa Indonesia, ya butuh dana banget. Ga terhormat. Tidak mulia.. Kita butuh dana.

Tapi kita juga punya harga diri. Kalau sampe dipajang-pajang ke semua investor, misal, oleh calo bodong tanpa modal, ya rasanya, hanya dengan bersatu di dalam negeri saja, kita bisa kita mampu.

Yakin.