RAKYATKU.COM - Dokumen terbaru menunjukan Tentara Kekaisaran Jepang meminta pemerintahan mereka untuk menyediakan jatah satu budak seks (jugun ianfu) bagi tiap 70 prajurit.
Dilaporkan South China Morning Post, fakta baru ini diungkap oleh kantor berita Kyodo di Jepang. Itu setelah mereka memeriksa dokumen-dokumen zaman perang. Hal ini memperkuat dugaan fenomena budak seks memang diketahui pemerintah Jepang.
Salah satu dokumen dari provinsi Shandong, Tiongkok, menyebut Tentara Kekaisaran meminta pemerintah Jepang untuk menyediakan satu wanita untuk tiap 70 prajurit.
Dokumen lain dari provinsi Shandong menyebut tentara Jepang meminta pemerintah menyiapkan setidaknya 500 jugun ianfu alias budak seks.
Wilayah Shandong berada di wilayah pesisir timur Tiongkok. Pada era perang dunia II, Jepang sempat menduduki provinsi ini hingga mereka kalah di peperangan.
Selama ini pemerintah Jepang selalu menyangkal militer mereka punya kaitan dengan budak seks.
Penyangkalan Jepang sering menjadi sumber pertikaian dengan Korea Selatan yang masih menuntut keadilan soal warga mereka yang menjadi budak seks.
Aktivis Korsel pun menyebut adanya dokumen ini menjadi bukti terbaru dari keterlibatan Jepang.
"Ini adalah pertanda jelas pemerintah Jepang bertanggung jawab untuk merekrut paksa wanita-wanita Korea untuk perbudakan seks," ujar Yoon Mi-hyang, kepala Dewan Korea untuk Keadilan dan Pengingat yang mendukung hak korban budak seks Jepang.
Pada 2015, Korea Selatan dan Jepang sebetulnya sudah mencapai kesepakatan. Pemerintah Jepang pun meminta maaf secara resmi dan menyediakan uang 1 miliar yen untuk membantu korban.
Sebuah yayasan untuk menuntaskan proses tersebut. Namun, Jepang resmi menutup yayasan itu pada pertengahan Juli lalu akibat tidak populer di kalangan korban.
Kesepakatan itu tercapai di era Presiden Park Geun-hye dan dibatalkan oleh Presiden Moon Jae-in.
The Japan Times menyebut ada 34 dari 47 korban yang masing-masing mendapatkan 10 juta yen. Sementara, ada 199 perwakilan dari korban yang sudah meninggal.
Bagi yang anggota keluarganya sudah meninggal, ada 71 orang yang mau menerima pembayaran, dan 58 dari mereka menerima masing-masing 2 juta yen. Namun lebih banyak yang tidak mau menerima pembayaran.
