Senin, 02 Desember 2019 15:03

Papua Merdeka Hanya Masalah Waktu, Bendera Bintang Kejora Berkibar Serentak di Sejumlah Negara

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Aksi pendukung Papua Merdeka menuntut referendum di Federation Square, Melbourne, pada 15 September 2019. (Foto: BBC Indonesia)
Aksi pendukung Papua Merdeka menuntut referendum di Federation Square, Melbourne, pada 15 September 2019. (Foto: BBC Indonesia)

Menyambut 1 Desember 2019 kemarin, para aktivis Organisasi Papua Merdeka (OPM) mengibarkan bendera Bintang Kejora.

RAKYATKU.COM - Menyambut 1 Desember 2019 kemarin, para aktivis Organisasi Papua Merdeka (OPM) mengibarkan bendera Bintang Kejora. Itu dilakukan bersama pendukung di sejumlah negara.

Berbagai kegiatan itu disatukan lewat tagar #GlobalFlagRaising di media sosial.

Bendera Bintang Kejora pertama kali dikibarkan di tanah Papua pada 1 Desember 1961. Jauh sebelum dimasukkan ke dalam wilayah NKRI melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 yang diadopsi menjadi Resolusi PBB Nomor 2509.

Sejak itu pemerintah Indonesia melarang pengibaran bendera yang oleh pejuang OPM telah dijadikan simbol perlawanan mereka.

Warga di Warrnambool, salah satu kota di Australia misalnya, sudah sejak 10 tahun terakhir selalu ikut merayakan 1 Desember sebagai hari kemerdekaan Papua.

Bahkan di kota pedalaman itu, sejumlah warga membentuk organisasi Australian West Papua Association south-western Victoria.

Minggu (1/12/2019) kemarin, organisasi ini menggelar pengibaran Bintang Kejora di Civic Green Warrnambool dihadiri sekitar 20 orang.

Menurut jubir John Gratton Wilson, kegiatan tersebut untuk menunjukkan dukungan bagi perjuangan rakyat Papua, sekaligus perlawanan atas pelarangan Bintang Kejora oleh Pemerintah RI.

"Saya pribadi menyaksikan sendiri bagaimana orang Indonesia memperlakukan penduduk lokal (Papua)," kata Wilson seperti dikutip media setempat The Standard.

"Mereka menganggap orang Papua sebagai sub-human. Tapi kita tahu siapa sebenarnya yang sub-human dari cara mereka memperlakukan orang lain," ujarnya.

"Salah kalau kita mengabaikan para pelanggar HAM ini di depan mata kita. PBB perlu mengakui kekeliruannya sendiri dari tahun 1960an dan berikan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua dari penjajah brutal," kata Wilson lagi.

"Papua akan mendapatkan kemerdekaannya, hanya masalah waktu saja," katanya.

Selain di Warrnambool, pengibaran Bintang Kejora kemarin juga dilakukan aktivis pendukung Papua merdeka di gedung Pemkot Leichardt di Sydney.

Kota lainnya di Australia juga menjadi tempat aktivitas para pendukung Papua merdeka, terutama di Melbourne, yang menjadi basis tokoh gerakan ini, Jacob Rumbiak.

Pada pertengahan September lalu misalnya, ratusan massa pendukung gerakan ini melakukan aksi long march dari titik berkumpul di depan perpustakaan State Library di pusat kota, menuju ke alun-alun Federation Square.

Saat itu, yel-yel "Papua Merdeka" menggema di sepanjang jalan Swanston Street yang merupakan jantung Kota Melbourne. Setiapkali orator meneriakkan "Papua", massa pun menyahut dengan kata "Merdeka".

ABC mencatat, sudah 20 tahun terakhir Jacob Rumbiak berdiam di Australia, sejak melarikan diri dari Indonesia pada masa referendum Timor Timur tahun 1999.

Saat itu, mantan dosen Universitas Cendrawasih ini menjadi voluntir pemantau PBB di Timtim, dan berhasil ikut naik pesawat ke Australia. Dia mendapatkan status warga negara Australia sejak 2006.

Dalam beberapa kesempatan, biasanya di sekitar waktu peringatan HUT Proklamasi RI, terjadi aksi gerakan Papua merdeka di Melbourne.

Sementara itu pada Minggu (1/12/2019) kemarin, aksi dukungan juga ditunjukkan West Papua Action Aotearoa hikoi di ibu kota Selandia Baru, Wellington.

Para aktivis datang dari berbagai kota seperti Dunedin, Christchurch, dan Auckland, untuk memprotes pelanggaran HAM dan mendukung kemerdekaan Papua dari Indonesia.

Menurut salah satu pelaksana kegiatan ini Jeremy Simons, meskipun kebanyakan warga Selandia Baru tak tahu mengenai perjuangan rakyat Papua, namun kalau diberitahu umumnya mereka mendukung.

Sejumlah aktivis organisasi ini, katanya, mendapatkan ancaman online karena menunjukkan dukungan mereka bagi perjuangan rakyat Papua.

"Tentu saja kami prihatin, karena selama bertahun-tahun belum pernah ada aktivis Kiwi yang mendapat ancaman," kata Simons seperti dikutip media RNZ.

Dia menyebutkan bahwa warga Papua yang berada di Selandia Baru juga mendukung aksi ini namun tak berani muncul karena khawatir dengan keselamatan keluarga mereka di Papua.

Aksi pengibaran Bintang Kejora kemarin terpantau terjadi di Fiji. Selain itu, juga beberapa kota di Inggris, Belgia, dan Swedia.

Sementar untuk di Papua sendiri, aktivis HAM yang Veronica Koman yang kini berdiam di Australia mengunggah di akun medsosnya sejumlah rekaman yang menunjukkan adanya kegiatan terkait Bintang Kejora.

Di salah satu gereja di Jayapura misalnya, sejumlah mahasiswa berpakaian adat Papau yang membawa bendera Bintang Kejora tampak ikut mendapat roti sakramen dari Pastor yang memimpin kebaktian di gereja tersebut.

Paling tidak ada tiga orang mahasiswa yang tampak dalam video yang dibagikan melalui akun Twitter Veronica Koman.

Namun beberapa komentar terhadap video ini mempertanyakan mengapa mereka yang telah menerima hosti di barisan sebelah kanan, justru berbelok ke sebelah kiri.

"Kalo lu udah kadung berdiri di sebelah kanan ya mau gak mau exitnya ke kanan biar gak nabrak yg di sebelah kiri terima hosti. Keliatan nih situ bukan orang Katolik," begitu salah satu postingan mengomentari video yang dibagikan Veronica tersebut.

Menurut keterangan Veronica dari postingan lainnya, ada empat mahasiswa Papua berinisial MY, DT, PH, dan ED yang mengenakan pakaian adat yang ditangkap di dalam gereja itu karena membawa bendera Bintang Kejora.

Selain di Jayapura, Veronica juga membagikan adanya aktivitas warga memperingati hari kemerdekaan Papua 1 Desember di berbagai tempat seperti yang terjadi di Painai dan dihadiri puluhan warga.

Menurut laporan kantor berita Antara, sedikitnya 34 orang telah ditangkap pada hari Sabtu (30/11/2019) dengan tuduhan merencanakan kegiatan memperingati kemerdekaan Papua.

Kepolisian RI dilaporkan menurunkan sekitar 1300 aparat untuk mengantisipasi kejadian sekitar peringatan 1 Desember ini.

Polisi menyatakan telah sepakat dengan Pemerintah setempat di Papua untuk melarang setiap aktivitas untuk memperingati 1 Desember tersebut.

Namun, peringatan justru terjadi di sejumlah kota di berbagai negara seperti terekam dalam foto-foto berikut ini.

Sumber: ABC Indonesia