Senin, 25 November 2019 06:00

Jauhi Pesta Pernikahan dari Unsur Kemaksiatan

Ibnu Kasir Amahoru
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Jauhi Pesta Pernikahan dari Unsur Kemaksiatan

Dalam pesta perkawinan itu, hindari hal-hal berbau maksiat yang sudah biasa menjadi tradisi dalam banyak pesta perkawinan.

RAKYATKU.COM - Dalam pesta pernikahan itu, hindari hal-hal berbau maksiat yang sudah biasa menjadi tradisi dalam banyak pesta perkawinan.

Tradisi yang dimaksud yaitu segala kegiatan yang diharamkan oleh Syariat Islam; seperti orang laki-laki bercampur dengan orang-orang perempuan (dalam satu majelis, sehingga akan timbul fitnah), memberi pewarna kuku tangan pengantin laki-laki dengan pacar untuk diperlihatkan di khalayak ramai baik di tengah kaum wanita maupun pria, adanya suara-suara nyanyian dari perempuan, adanya minuman arak dan minuman lainnya yang memabukkan, menaikkan pengantin putri di atas kuda seperti layaknya seorang laki-laki.

Demikian pula tradisi orang-orang bodoh, seperti memperlihatkan darah perawannya pengantin puteri untuk dibuat mainan di tengah-tengah pesta perkawinan dan lain sebagainya, dan tradisi yang bertentangan dengan agama yang apabila dihitung jumlahnya amat banyak sesuai dengan banyaknya tradisi yang berlaku di desa-desa dan kota.

Jadi semua tradisi maksiat yang telah disebut di atas, hendaknya jangan sampai diadakan bagi penyelenggara pesta perkawinan. Sebab, jika dia tetap mengadakannya, berarti dia sengaja mencari kemurkaan Allah SWT.

Ada sebuah Hadits Marfu’ yang berkenaan dengan masalah ini, yaitu hadits yang dituturkan Abu Qasim al-Ashfihani riwayat dari Anas RA sebagai berikut:

“Ucapan; Tiada Tuhan selain Allah, akan senantiasa bermanfaat (berpengaruh positif) bagi orang yang mengucapkannya, dan ia juga dapat menolak (menyelamatkan) bagi pembacanya dari siksaan (Adzab Allah), mana kala ia memandang rendah hak kalimah tauhid tersebut.

Sahabat Rasulullah bertanya: “Ya Rasulullah, tindakan apakah yang dinilai merendahkan hak kalimah Tuhid?”

Rasulullah S.A.W. bersabda: “membiarkan munculnya tindakan maksiat, tanpa mau menghalau dan menghalang-halanginya.”” (Al-Hadits).

Juga ada sebua hadita Marfu’ dari Abdullah bin Umar sebagai berikut:

“Perintahkanlah kamu sekalian (kepada orang lain) agar melakukan perbuatan yang baik, dan melaranglah kamu sekalian dari tindakan yang munkar, yaitu sebelum kamu berdo’a kepada Allah, lalu Allah tidak mengabulkan do’anya, karena sebelum kamu sekalian memohon permohonan ampunan maka selama itu pula dosa kalian belum diampuni.” (Al_hadits).

Bahwa sebenarnya perintah (seorang) berbuat baik dan mencegah dari perbuatan keji itu bisa menghalang-halangi datangnya rizki, juga tidak bisa mempercepat datangnya maut. Sebenarnya orang-orang yang pintar dari orang-orang Yahudi dan para pendeta dari orang-orang Nashrani, tatkala mereka telah meninggalkan amar ma’ruf nahyu ‘anil munkar, maka Allah melaknat mereka melalui ucapan lisan Nabi-Nabi mereka, kemudian disusul dengan datangnya cobaan di mana-mana.

Imam al-Muhasibi berpendapat, bahwa bagi orang yang mengadakan pesta perkawinan tidak diperkenankan bersikap diam, atas terjadinya tindakan munkar (keji) di tempat pesta dengan berbagai macam cara, sebab yang berhak melakukan pencegahan adalah tuan rumah.

Sumber: Isalmi