Kamis, 14 November 2019 14:51

Pengakuan Pemuda Palestina yang Ditembak Polisi Israel: Mereka Menembak Saya seperti Bermain PUBG

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Karam Qawasmi. (Foto: AFP)
Karam Qawasmi. (Foto: AFP)

Pemuda Palestina berusia 22 tahun itu merujuk pada insiden sekitar 18 bulan lalu di sebuah terowongan bawah tanah yang gelap, tempat ia ditembak peluru karet

RAKYATKU.COM - "Yang muncul dalam video itu hanya beberapa detik dari kenyataan mengerikan yang terjadi! Yang tidak ada dalam detik-detik yang terekam itu terasa lebih sulit, lebih mengerikan, dan lebih menyakitkan," tulis Karam Qawasmi di laman Facebooknya.

Pemuda Palestina berusia 22 tahun itu merujuk pada insiden sekitar 18 bulan lalu di sebuah terowongan bawah tanah yang gelap, tempat ia ditembak peluru karet, diduga oleh seorang polisi wanita (polwan) perbatasan Israel.

Insiden tersebut baru terkuak setelah video penyerangan itu ditayangkan sebuah stasiun TV Israel - kemudian viral awal November lalu.

Namun, Qawasmi mengatakan kepada BBC Arabic, apa yang terlihat dalam video itu hanya secuil dari penyiksaan yang dialaminya.

Video yang pertama kali diunggah oleh Yishai Porat dari media Israel Channel 13 News menunjukkan beberapa polisi perbatasan Israel yang bersenjata meneriaki Qawasmi, yang kemudian pergi meninggalkan mereka menuju terowongan.

Lalu terdengar bunyi letusan senjata api dan ia pun tersungkur di jalanan. "Saya bukan ancaman bagi para prajurit itu. Saya memberikan kartu identitas saya kepada mereka," kata Qawasmi.

Pada hari itu, 25 Mei 2018, ia meninggalkan rumahnya di Hebron, Tepi Barat, untuk menghadiri janji temu di dekat Yerusalem untuk mendapat pekerjaan. Baru sebulan sebelumnya ia lulus dari kuliah jurusan akuntansi.

Dalam perjalanan pulang, ia diminta berhenti dan penganiayaan itu pun dimulai.

"Saya dituntun paksa menuju tempat yang saya tidak ketahui. Saya disiksa secara brutal dan dipukuli selama lebih dari tiga jam di bagian kepala, punggung, dan seluruh tubuh saya. Saya disuruh meninggalkan tempat itu sebelum akhirnya saya tiba-tiba ditembak," lanjutnya.

Qawasmi mengatakan kepada BBC Arabic apa yang sebenarnya terjadi dalam momen menegangkan ketika ia akhirnya diizinkan pergi dan berjalan menjauh dari para polisi dengan tangan terangkat.

"Saya menunggu peluru itu (ditembakkan). Saya berjalan dan menunggu peluru itu mengenai saya," ujarnya.

Video berdurasi 26 detik itu menunjukkan ia tidak perlu menunggu lama. Kita mendengarnya berteriak kesakitan dan tersungkur ke jalanan segera setelah tembakan itu diletuskan.

Qawasmi menuturkan bahwa dirinya pingsan selama beberapa menit setelah tertembak. Peluru karet merupakan peluru yang tidak mematikan, namun ketika ditembakkan dari jarak dekat dampaknya bisa mengakibatkan kerusakan parah pada organ vital, bahkan keretakan tulang.

Bentuknya seperti kapsul dengan dasar berupa plastik keras. Ujungnya yang membulat ditutupi busa berwarna hitam pekat.

Ketika ia terbangun, ia melihat para polisi bersenjata itu berteriak dan memekik di dekatnya sambil menembakan peluru ke sekitarnya.

"Mereka tidak menolong sama sekali. Dengan luka itu saya berjalan selama satu setengah jam menuju Anata (kota di dekat Yerusalem Timur), kemudian saya pergi ke rumah sakit di Hebron."

Akan tetapi, penembakan yang kini sudah banyak dilihat orang itu hanyalah sebagian aksi kekerasan yang Qawasmi alami hari itu - ia mengatakan bahwa dirinya juga dipukuli secara brutal oleh para polisi selama berjam-jam sebelum akhirnya ditembak.

"Mereka memukul dan menembak saya seakan-akan sedang bermain PUBG (video game populer yang sarat kekerasan), atau seperti sedang memburu merpati di langit, atau binatang lah. Mereka memperlakukan saya layaknya binatang."

"Video itu hanya menunjukkan 10 persen dari penganiayaan yang saya alami," katanya.

Ia juga mengatakan kepada BBC bahwa ia sadar betul bahwa para polisi itu merekam pemukulan tersebut.

"Sisa rekamannya seharusnya ada di telepon genggam polisi yang bersangkutan," imbuhnya.

Qawasmi tidak mampu membiayai pengobatan yang layak. Perlu lebih dari sebulan baginya untuk pulih di rumah. Ia menurutkan bahwa masih merasakan sakit yang kerap menjangkiti pundaknya yang terkena serangan.

Kementerian Kehakiman Israel mengatakan bahwa pihaknya telah menyelesaikan penyelidikan insiden tersebut, dan akan segera memutuskan apakah akan menuntut polisi yang diduga menembakkan peluru tersebut.

"Saat itu, dilakukan upaya untuk menemukan korban, akan tetapi sayangnya tidak berhasil," menurut pernyataan dari kementerian.

"Belakangan korban akhirnya teridentifikasi dan pada tahap ini para penyelidik sedang mempersiapkan pertemuan dengannya untuk mengumpulkan bukti yang ada," tambahnya.

Di sisi lain, Qawasmi mengatakan tak ada satu pun orang yang menghubunginya untuk memintai keterangannya.

"Penting untuk memperoleh pernyataan saya (sebagai bagian penyelidikan), karena saya adalah elemen penting insiden itu - sayalah pusat dari cerita itu."

Menurut surat kabar Israel, Haaretz, pada sidang jaminan terhadap polisi wanita yang ditahan atas tuduhan menembak Qawasmi, hakim ketua mengatakan bahwa tersangka menembak pria yang terluka parah itu "sebagai bentuk hiburan yang meragukan".

Pengacara tersangka membantah bahwa kliennya yang menembakkan peluru, menurut laporan Haaretz, dan rekaman video yang tersebar pun tidak menunjukkan siapa yang mengeluarkan tembakan.

Channel 13 juga memberitakan bahwa seorang polisi laki-laki pernah membual tentang insiden tersebut kepada kekasihnya melalui pesan teks.

Israel sejak lama dituduh kelompok pembela HAM telah menggunakan kekuatan yang tidak proporsional terhadap warga Palestina. Salah satu kelompok HAM terkemuka Israel, B'Tselem, mengatakan bahwa budaya impunitas alias kekebalan hukum berada di balik indisen-insiden seperti ini.

"Dokumentasi yang luar biasa ini menunjukkan sesuatu yang sayangnya bukan hal yang luar biasa: pasukan keamanan Israel menyakiti warga Palestina tanpa alasan apapun," tutur juru bicara B'Tselem, Amit Gilutz, kepada penerbit berita online Inggris, The Independent.

Sementara di Tepi Barat, Qawasmi senang akhirnya dunia bisa mendengar ceritanya.

Ia kini sudah bekerja di sebuah toko di Tepi Barat dan ingin menjalani kehidupan normal.

"Saya harap semua warga Palestina dapat hidup dengan damai, aman dan bebas seperti warga dunia lainnya," tulisnya di laman Facebook.

Sumber: BBC Indonesia