Kamis, 24 Oktober 2019 14:29

Saat Kawin, Cuitan Burung Ini Lebihi Ambang Batas Rasa Sakit Manusia

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Foto: AFP.
Foto: AFP.

para ilmuwan merekam perilaku kawinnya burung ini yang mencapai level suara di atas ambang rasa sakit manusia.

RAKYATKU.COM - Seekor burung putih kecil di Amazon utara mendapat gelar burung paling keras di dunia. Itu setelah para ilmuwan merekam perilaku kawinnya yang mencapai level suara di atas ambang rasa sakit manusia.

Suara burung 'bellbird' putih, yang juga dikenal sebagai Procnias albus, direkam oleh para peneliti dan mencapai tingkat puncak 125,4 desibel-tingkat suara yang setara dengan paku bumi.

Rekaman itu sembilan desibel lebih keras daripada yang tercatat dari pemegang rekor sebelumnya-yakni burung piha-yang juga ditemukan di hutan hujan Brasil.

Ahli biologi dari Universitas Massachusetts Amherst, Jeff Podos, dan Mario Cohn-Haft dari Instituto Nacional de Pesquisas da Amazonia di Brasil menggambarkan penemuan pemecahan rekor ini dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal Current Biology.

Para peneliti menulis bahwa teriakan burung itu sangat keras, dan bertanya-tanya bagaimana burung 'bellbird' putih betina mendengarkan dari jarak dekat tanpa merusak pendengaran mereka.

Hal ini makin mengesankan mengingat ukuran spesiesnya. Mereka sebesar burung merpati, beratnya sekitar seperempat kilogram.

Burung jantan dibedakan oleh gelambir hitam berdaging yang dihiasi dengan bintik-bintik putih yang jatuh dari paruh, sedangkan burung betina berwarna hijau dengan garis-garis gelap dan kurang bergelambir.

Profesor Podos mengatakan ia cukup beruntung untuk bisa menyaksikan burung betina bergabung dengan burung jantan saat mereka bertengger dan bernyanyi.

"Ia menyanyikan nada pertama dengan menghadap ke depan, dan kemudian ia melakukan putaran teatrikal yang hampir dramatis, di mana ia mengayun dengan kaki terbuka lebar dan gelambirnya seperti melayang-layang," katanya.

"Dan ia menyanyikan nada kedua itu tepat di tempat si burung betina berada, kecuali si betina tahu apa yang akan terjadi dan ia tak akan duduk di sana dan menerimanya sehingga ia terbang mundur-sekitar empat meter," jelas Podos.

Tak jelas mengapa burung betina secara sukarela mengekspos diri mereka ke kebisingan, yang hampir mencapai 113 desibel-di atas ambang batas rasa sakit manusia dan setara dengan konser rock keras atau pesawat turbo-propeler yang hanya 60 meter jauhnya untuk mencapai kekuatan lepas landas.

"Mungkin mereka mencoba menilai si burung jantan dari dekat, meskipun dengan risiko kerusakan pada sistem pendengaran mereka," kata Profesor Podos.

Para ilmuwan tak yakin seberapa sukses nyanyian burung itu terbukti, karena mereka tak mengamati burung yang pernah kawin.

"Kami tak tahu apakah jantan yang kami lihat adalah jantan yang pernah kawin atau burung yang dungu," kata Profesor Podos.

Pasangan ini menggunakan perekam suara berkualitas tinggi dan video berkecepatan tinggi untuk memperlambat aksi burung, cukup untuk mempelajari bagaimana burung menggunakan anatomi untuk mencapai tingkat kebisingan seperti itu - lebih keras daripada monyet atau bison yang jauh lebih besar, tetapi tak mungkin sekeras singa, gajah atau paus.

Mereka juga mendapati jika nyanyian burung semakin keras, teriakan itu juga semakin pendek, dan berteori tentang pertukaran yang mungkin terjadi karena sistem pernapasan burung memiliki kemampuan terbatas untuk mengendalikan aliran udara dan menghasilkan suara.

Mereka mengatakan hal ini akan menempatkan batasan anatomi alami terhadap seberapa keras burung bisa berevolusi melalui seleksi seksual - seleksi untuk sifat-sifat yang menguntungkan reproduksi.

Sumber: BBC Indonesia