Kamis, 10 Oktober 2019 08:00

Hasil Penelitian: 42 Persen Perempuan Mengalami Pelecehan saat Melahirkan

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
ILUSTRASI
ILUSTRASI

Sebuah hasil penelitian menunjukkan fakta mengejutkan. Sebanyak 42 persen perempuan mengalami pelecehan saat melahirkan.

RAKYATKU.COM - Sebuah hasil penelitian menunjukkan fakta mengejutkan. Sebanyak 42 persen perempuan mengalami pelecehan saat melahirkan.

Penelitian ini dilakukan di Afrika dan Asia. Lebih dari sepertiga ibu baru di empat negara miskin dilecehkan saat melahirkan.

Hal itu terungkap dari studi yang diterbitkan jurnal medis The Lancet, Rabu (9/10/2019).

Penelitian yang dilakukan di Ghana, Guinea, Myanmar, dan Nigeria oleh Organisasi Kesehatan Dunia.

Hasilnya, 42 persen perempuan mengalami pelecehan fisik atau verbal atau semacam stigma atau diskriminasi di fasilitas kesehatan bersalin.

Studi ini juga menemukan sejumlah besar operasi caesar, ujian vagina, dan prosedur lain yang dilakukan tanpa persetujuan pasien.

Dari 2.016 wanita yang diamati untuk penelitian ini, 14 persen mengatakan mereka dipukul, ditampar atau dipukul saat melahirkan. 

Sekitar 38 persen wanita mengatakan bahwa mereka mengalami pelecehan verbal, paling sering dengan diteriaki, diejek atau dimarahi.

Lalu, 75 persen yang mengkhawatirkan memiliki episiotomi dilakukan tanpa persetujuan. Prosedur ini dilakukan dengan memperbesar lubang vagina secara operasi.

Para penulis penelitian mendesak para pejabat untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang menganiaya wanita selama persalinan. 

Mereka juga mendesak pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang jelas dan sumber daya yang memadai untuk memastikan bahwa perempuan memiliki tempat yang aman untuk melahirkan.

Setidaknya ada empat langkah-langkah spesifik yang diusulkan oleh penelitian ini.

Pertama, memastikan semua prosedur medis dilakukan hanya setelah mendapat persetujuan.

Kedua, memungkinkan pasien untuk memiliki pendamping pilihan mereka di ruang bersalin.

Ketiga, mendesain ulang ruang bersalin untuk menawarkan privasi maksimal.

Keempat, memastikan tidak ada fasilitas kesehatan yang mentolerir pelecehan fisik atau verbal.