RAKYATKU.COM - Jika Anda punya utang Rp1 miliar, maka itu sangat kecil di hadapan Allah. Banyak kisah nyata orang-orang yang diangkat kesulitannya oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kisah yang diceritakan Ustaz Khalid Basalamah ini salah satunya. Seorang pria berdoa sambil menangis dalam masjid. Kala itu menjelang subuh. Sepertiga malam terakhir. Salah satu waktu mustajab untuk berdoa.
Istri orang itu sedang ada di rumah sakit. Dia harus menjalani operasi. Sementara dia tidak punya uang sama sekali untuk membayar biaya operasi tersebut.
"Jika saya tidak punya uang sampai besok, maka istri saya tidak bisa dioperasi," tuturnya kepada seorang syekh di Mesir seperti dikisahkan Ustaz Khalid.
Kisah mengharukan ini dapat Anda simak dalam video pada bagian akhir berita ini. Kuasa Allah, orang tersebut benar-benar mendapatkan biaya operasi itu sebelum dia tinggalkan masjid.
Namun, sebelum menonton videonya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala pernah tentang orang yang merasa bahwa doanya lama atau tidak segera dikabulkan.
Dia berkata, “Sungguh aku telah berdoa kepada Allah Ta’ala, namun Allah Ta’ala tidak mengabulkannya.”
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin kemudian mengutip firman Allah Ta'ala, “Dan Tuhanmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina'." (QS. Ghafir: 60)
Allah Ta’ala tidak pernah menyelisihi janji-Nya. Jika belum dikabulkan, maka seseorang harus mengevaluasi syarat-syarat terkabulnya doa.
Pertama, ikhlas kepada Allah Ta’ala, yaitu seseorang memurnikan niatnya dalam berdoa untuk menghadap Allah Ta’ala, dengan hati yang khusyuk, jujur dalam bersandar kepada-Nya.
Dia mengilmui bahwa Allah Ta’ala berkuasa untuk mengabulkan doanya dan dia benar-benar berharap agar doanya dikabulkan oleh Allah Ta’ala.
Kedua, seseorang merasa ketika berdoa bahwa dia berada dalam keadaan mendesak untuk dikabulkannya doa tersebut, bahkan dalam kondisi paling darurat.
Allah Ta’ala saja satu-satunya yang mampu mengabulkan doa orang-orang yang dalam keadaan terdesak ketika berdoa kepada-Nya dan yang menghilangkan kesusahan.
Adapun orang-orang yang berdoa kepada Allah Ta’ala, namun dia merasa tidak membutuhkan Allah Ta’ala dan tidak merasa dalam kondisi mendesak, misalnya dia berdoa hanyalah karena kebiasaan semata atau untuk coba-coba siapa tahu dikabulkan, maka doa semacam ini tidaklah layak untuk dikabulkan.
Ketiga, menjauhi makanan haram. Sesungguhnya makanan haram adalah penghalang antara doa seorang hamba dengan pengkabulan doa.
Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits yang valid dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah itu baik, dan tidaklah menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang mukmin sebagaimana perintah kepada para Rasul, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), 'Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah'." (QS. Al-Baqarah: 172)
Allah Ta’ala juga berfirman, “Wahai para rasul, makanlah yang baik-baik dan beramal shalih-lah kalian.” (QS. Al-Mu’minuun: 51)
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu, dia menengadahkan kedua tangannya ke atas sambil mengatakan, “Ya Rabb, Ya Rabb”, namun makanannya berasal dari yang haram, pakaiannya berasal dari yang haram, dan tumbuh dari yang haram. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Bagaimana mungkin doanya tersebut dikabulkan?” (HR. Muslim no. 1015)
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menilai sangat kecilnya kemungkinan doa orang tersebut dikabulkan. Padahal orang tersebut telah menempuh sebab-sebab dzahir yang memungkinkan doanya untuk dikabulkan, yaitu:
Pertama, mengangkat kedua tangan ke atas, yaitu menuju Allah Ta’ala. Karena Allah Ta’ala berada di atas, istiwa’ di atas ‘arsy-Nya. Mengangkat kedua tangan ke atas termasuk sebab pengkabulan doa sebagaimana terdapat dalam hadits, “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Pemalu dan Maha Pemurah. Allah Ta’ala malu kepada hamba-Nya yang mengangkat dua tangannya kepada-Nya, namun kembali dalam keadaan kosong (yaitu, tidak dikabulkan).” (HR. Tirmidzi no. 3556, Abu Dawud no. 1488, Ibnu Majah no. 3865)
Kedua, orang tersebut berdoa kepada Allah dengan menyebut nama Allah “Ar-Rabb”, yaitu dengan memanggil “Ya Rabb, Ya Rabb”.
Tawassul kepada Allah Ta’ala dengan (menyebut) nama Allah Ta’ala tersebut merupakan sebab pengkabulan doa. Karena Rabb merupakan pencipta, raja, yang mengatur seluruh urusan, dan pengaturan langit dan bumi berada di tangan-Nya.
Oleh karena itu, kita jumpai mayoritas lafadz doa yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah dengan menggunakan nama Allah Ta’ala ini, “Ya Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu), “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, maka kami pun beriman. Ya Rabb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.
Ya Rabb kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.”
Maka Rabb mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.” (QS. Ali ‘Imran: 193-195)
Jadi, bertawassul dengan menyebut nama Allah tersebut (Ar-Rabb), merupakan di antara sebab pengkabulan doa.
Ketiga, orang tersebut melakukan safar (perjalanan jauh). Mayoritas keadaan orang yang sedang safar adalah sebab pengkabulan doa. Hal ini karena orang yang sedang safar merasa sangat butuh Allah Ta’ala. Merasa sangat butuhnya seorang hamba kepada-Nya ketika safar itu lebih besar daripada ketika sedang dalam kondisi tidak safar, lebih-lebih di zaman dahulu.
Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi, namun tidak dikabulkan, maka hal tersebut karena suatu hikmah yang Allah Ta’ala ketahui dan tidak diketahui oleh hamba yang berdoa. Boleh jadi kita menginginkan sesuatu, padahal sesuatu tersebut tidak baik untuk kita.
Ketika syarat-syarat tersebut terpenuhi, namun tidak Allah Ta’ala kabulkan, maka bisa jadi dia tercegah dari kejelekan (bahaya atau musibah) yang lebih besar.
Bisa juga Allah Ta’ala simpan doa tersebut sampai hari kiamat dan Allah Ta’ala penuhi pahalanya yang sangat besar.