RAKYATKU.COM, GOWA - Menggendong putranya, Nurul Yaqin, tampak gembira bisa berkumpul dengan keluarganya di Gowa, setelah kerusuhan di Wamena, Papua.
Minggu, 6 Oktober 2019, dia dengan ramah menerima kunjungan Rakyatku.com di kediamannya, di Griya Majannang Permai, Pallangga, Gowa.
Saat ditanya soal detik-detik kerusuhan, Nurul tampak berusaha mengumpulkan kembali ingatannya.
Senin pagi, 23 September 2019. Wamena hari itu tampak tenang dan damai. Arus lalu lintas di daerah itu, juga berjalan normal.
Nurul yang bekerja sebagai salah satu pegawai di kantor Pos setempat, pagi itu berangkat dan tiba di kantornya seperti biasa.
"Memang tidak ada tanda-tanda apapun sebelumnya. Pada hari Senin itu, semua siswa sekolah juga tetap melangsungkan kegiatannya sebagai pelajar," kata Nurul yang selain sebagai pegawai di kantor Pos, juga berprofesi sebagai dai di Wamena sejak 2015. Ia menjadi seorang dai di sana berbekal ilmu selama mondok di pondok pesantren Darul Ulum Banyuanyar Jawa Timur.
Nurul tiba di kantornya sekitar pukul 08.00 WIT. Dia sementara melakukan bersih-bersih, ketika pada pukul 09.00 WIT, semua langsung berubah mencekam.
"Tiba-tiba ada orang berteriak dari luar kantor. Katanya ada kerusuhan dan pembakaran. Saya pun kaget, karena selama ini masyarakat asli di sana baik-baik saja. Kita tidak pernah mendengar apa-apa. Jadi kejadiannya betul-betul secara tiba-tiba," katanya.
Mendengar kabar pembakaran, Nurul pun langsung kembali ke rumah kontrakannya di Jalan Honai Lama, Wamena. Dia lalu menyelamatkan isterinya, Titin Irayani, dan dua anaknya Arsila Nahwa dan Dzaki Zafran Syabani. Juga adiknya.
Dia tak sempat membawa harta benda lainnya. Baginya, nyawa lebih penting dari apapun.
Nurul lalu membawa keluarganya. Beruntung, ada tuan tanah setempat yang biasa dipanggil kepala suku. Warga asli Papua itu kemudian menyembunyikan Nurul dan keluarganya.
Selama 8 jam, Nurul dan keluarganya di rumah kepala suku itu. Sementara situasi di luar sudah tak terkendali. pada pukul 16.00 WIT, aparat TNI datang mendamaikan suasana dan mengevakuasi para korban.
Setelah dievakuasi oleh aparat, mereka pun mengungsi di Makodim 1702 selama enam hari. Di sana ada ribuan pengungsi lainnya yang didominasi oleh pendatang.
Hingga pada momen yang tepat, Nurul bersama keluarganya akhirnya bisa pulang menggunakan pesawat Hercules milik TNI Angkatan Udara. Ia bahagia akan bertemu dengan keluarga.
"Kami menunggu lama untuk bisa naik Hercules. Jadi kami berdesak-desakan dengan pengungsi lain. Satu minggu saya ngungsi di Kodim, habis itu saya ke Jayapura rumah keluarga," ungkapnya.
Dua hari menginap di rumah keluarganya di Jayapura, Nurul kembali memutuskan untuk pulang ke Gowa.
"Dari Jayapura ada orang yang dermawan yang membantu saya dan keluarga. Saya pinjam uangnya untuk beli tiket pesawat komersil. Yang penting isteri dan anak-anak saya sampai ke Makassar dulu," ungkapnya.