Minggu, 06 Oktober 2019 16:44

LSI Temukan76,3 Persen Publik Setuju Perppu, Pakar Hukum Ini Bilang Belum Perlu, Mana yang Didengar?

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan
Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan

Tidak ada lagi alasan Presiden Joko Widodo untuk tidak menerbitkan perppu untuk membatalkan UU KPK. Itu jika pemerintah mendengar suara rakyat.

RAKYATKU.COM - Tidak ada lagi alasan Presiden Joko Widodo untuk tidak menerbitkan perppu untuk membatalkan UU KPK. Itu jika pemerintah mendengar suara rakyat.

Lembaga Survei Indonesia (LSI) menemukan bahwa mayoritas publik setuju presiden menerbitkan perppu. Tidak tanggung-tanggung, angkanya mencapai 76,3 persen.

Hanya 12,9 persen yang tidak setuju dan 10,8 persen lainnya tidak menjawab.

Fakta lain yang ditemukan dalam survei ini, sebanyak 70,9 persen publik menyatakan UU KPK melemahkan lembaga antirasuah tersebut.

Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan mengatakan, dalam survei itu, pihaknya melontarkan pertanyaan, "Jika tahu tentang revisi UU KPK, melemahkan atau menguatkan?"

Hasilnya, 70,9 persen menjawab melemahkan KPK. Hanya 18 persen yang bilang menguatkan KPK. 

"Lainnya 11,1 persen tidak jawab dan tidak tahu," papar Djayadi Hanan di Hotel Erian, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (6/10/2019).

Survei ini dilakukan dengan metode wawancara menggunakan telepon pada 4-5 Oktober 2019. Responden dalam survei ini dipilih secara acak dari responden survei nasional LSI sebelumnya yakni survei pada Desember 2018-September 2019 yang jumlahnya 23.760 orang.

Dalam survei tersebut responden dipilih secara stratified cluster random sampling dan terpilih 1.010 orang. 

Survei ini memiliki margin of error atau toleransi kesalahan diperkirakan 13,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Selain itu, LSI terlebih melakukan survei soal pengetahuan publik aksi mahasiswa tentang UU KPK. Ia mengatakan ada 86,6 persen publik mengetahui aksi mahasiswa itu berkaitan dengan UU KPK.

"Dari 86,6 persen yang tahun demo mahasiswa itu ada 60,7 persen mendukung, 5,9 persen tidak mendukung, 31 persen netral dan 2,3 persen tidak menjawab," tuturnya seperti dikutip dari Liputan6.com.

Pakar Hukum Tak Sependapat

 

[NEXT]

Pakar Hukum Tak Sependapat

Suara publik itu berbeda dengan guru besar hukum Universitas Borobudur Jakarta, Faisal Santiago.

Dia mengatakan, Presiden Jokowi belum perlu menerbitkan perppu terkait revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). 

Menurut Faisal, perppu dapat dikeluarkan jika memenuhi sejumlah persyaratan. Di antaranya apabila negara dalam keadaan genting atau adanya kekosongan hukum maka presiden sebagai kepala negara bisa mengeluarkannya.

Menurut Faisal, kondisi seperti yang disebutkan itu tidak terjadi saat ini, sehingga Presiden Jokowi tidak perlu mengeluarkan perppu. Jika tetap dipaksakan, dia menilai justru akan menjadi preseden buruk bagi sistem ketatanegaraan Indonesia.

"Sebagai negara hukum sudah ada saluran hukumnya, yaitu judicial review ke MK (Mahkamah Konstitusi). Bukan sebentar-sebentar ada demo terus dibuat perppu," kata Faisal.