RAKYATKU.COM, JAKARTA - Minggu, 6 Oktober 2019. Jack Lapian, seorang relawan Jokowi, rekan Ninoy Karundeng, menceritakan kronologi penyekapan dan penganiayaan terhadap Ninoy berdasarkan penuturan korban. Menurutnya, ada seseorang yang disapa "Habib", terlibat.
Dilansir dari Detik, Jack membeberkan, Selasa, 1 Oktober 2019 dini hari, Ninoy ditangkap sejumlah orang, lalu dibawa ke Masjil Al Falah, Pejompongan. Di sana, dia diinterogasi dan dipukuli.
Saat interogasi berlangsung, sekitar pukul 03.00 WIB, datang seorang pria. Orang-orang di dalam masjid memanggilnya "habib".
"Berkali-kali banyak rombongan orang-orang datang dan menginterogasi Ninoy dan memukuli bertubi-tubi. Pemukulan terus berlangsung. Salah seorang datang sekitar pukul 03.00 WIB pada 1 Oktober 2019. Orang tersebut yang dipanggil sebagai habib menginterogasi dan langsung memukul kepala Ninoy berkali-kali. Dia terus menginterogasi dan meminta Ninoy untuk bertobat, Ninoy disuruh salat," kata Jack Lapian menuturkan pengakuan Ninoy.
Orang-orang di masjid kemudian membongkar telepon genggam dan membuka akun Facebook Ninoy untuk melihat draf-draf tulisan yang siap diunggah. Mereka juga mencecar Ninoy soal siapa yang mengirimnya ke masjid itu.
"Mereka menanyakan apakah Ninoy bagian dari kelompok Denny Siregar, Eko Kuntadi, Abu Janda, Kajitow Elkayani, Manuel Mawengkang, Ni Luh Jelantik, dan lainnya?" tutur Jack.
Kemudian pria yang disapa "habib" itu kata Jack, memerintahkan orang di masjid, yang disebut sebagai 'tim medis', untuk menyediakan ambulans, dengan alasan akan digunakan buat mengangkut mayat Ninoy. Menurut Jack, orang-orang di masjid sudah mulai bicara soal pembunuhan Ninoy.
Ninoy, masih kata Jack, dalam sekapan para pelaku pasrah menunggu eksekusi dan tidur. Ninoy berkali-kali memohon kepada ibu-ibu dan orang-orang di sana, agar tidak dibunuh.
"Mereka menyebutkan, bahwa darah Ninoy halal. Sebagian besar para pelaku di tempat berpendapat Ninoy harus dibunuh. Karena jika Ninoy tidak dibunuh, dia dikhawatirkan akan melapor ke polisi. Jika dia tidak dibunuh, maka akan menjadi masalah besar dan polisi akan menyerang. Ninoy juga sering menulis yang berseberangan dengan paham mereka," ujar Jack.
Jack menyebut mereka menyiapkan kapak untuk mengeksekusi Ninoy. "Habib" kata Jack, juga beberapa kali menanyakan kesediaan ambulans. Hingga menjelang waktu subuh habis, 'tim medis' yang diminta menyediakan ambulans menyatakan ambulans belum ada.
"Karena ambulans tidak datang, maka timbul kesulitan untuk mengeluarkan Ninoy dari dalam Masjid Al-Falah. Orang-orang yang ada di dalam masjid lalu merundingkan untuk melepaskan Ninoy. Sebelum dilepas, Ninoy diminta untuk tidak melaporkan ke polisi. Jika melaporkan ke polisi, maka Ninoy akan dibunuh. Beberapa orang meminta alamat Ninoy dan KTP untuk difoto sebagai barang bukti. Selain itu juga disuruh untuk membuat surat pernyataan untuk ikhlas dan pemukulan-pemukulan sebagai akibat dari kesalahpahaman," tutur Jack.
Ninoy lalu menandatangani pernyataan bermeterai. Lalu dibuat lagi rekaman video yang berisi pengakuan dan sumpah Ninoy untuk tak melapor ke polisi. Pukul 07.00 WIB, Ninoy dilepas beserta motornya menggunakan aplikasi online pengantaran barang dengan mobil pikap. SIM card dan hard disk milik Ninoy disita mereka.
"Beberapa jam berikutnya viral video pengeroyokan yang beredar luas di internet yang dilakukan oleh salah satu dari yang menginterogasi dan mengancam untuk membunuh Ninoy," ujar Jack.