RAKYATKU.COM, BULUKUMBA - Menanggapi tindak kekerasan yang dialami oleh 3 wartawan saat meliput aksi demo mahasiswa di Makassar, gabungan jurnalis dari Forum Jurnalis Selatan (FJS) dan Jurnalis Online (Join) Bulukumba, akan menggelar aksi solidaritas di Bulukumba, Rabu (25/9/2019) pagi ini.
Tindak kekerasan yang dialami oleh tiga jurnalis saat menjalankan tugas jurnalistik di kantor DPRD Sulsel, dianggap sebagai tindakan represif oleh kepolisian. Apalagi dengan brutal memukuli jurnalis meski ketiganya menggunakan tanda pengenal alias ID Card.
“Kami mendesak aparat keamanan dan masyarakat untuk menghormati dan mendukung iklim kemerdekaan pers, tanpa ada intimidasi serta menghalangi kerja jurnalis di lapangan. Apalagi dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, ketiga jurnalis tersebut telah dilengkapi dengan atribut dan identitas jurnalis berupa ID Card," ujar Saiful Hasbi, Ketua Join Bulukumba, Rabu (25/9/2019).
Ketiga jurnalis menjadi korban penganiayaan oleh aparat kepolisian, yaitu Muhammad Darwin Fathir (jurnalis ANTARA), Saiful jurnalis inikata.com (Sultra) dan Ishak Pasabuan jurnalis Makassar Today, di lokasi berbeda. Akibatnya, ketiganya mengalami luka di wajah, kepala, dan bibir akibat pengeroyokan oknum polisi dengan menggunakan benda tumpul.
"Kami menuntut kepada Kapolri, Jenderal Pol. Tito Karnavian untuk mengusut tuntas dan menindak tegas oknum polisi pelaku kekerasan terhadap rekan kami. Kami juga meminta agar Kapolda Sulsel dan Kapolrestabes Makassar dicopot dari jabatannya, sebagai bentuk tanggung jawab terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh anggotanya," ujar Ketua FJS, Suparman.
Parman bahkan menekankan, agar kantor Polres jajaran Polda Sulsel khususnya Bulukumba, mengibarkan bendera setengah tiang sebagai simbolis matinya kebebasan pers di Indonesia.
Seperti diketahui, tiga jurnalis di Makassar direpresi aparat kepolisian saat liputan aksi penolakan pengesahan UU KPK dan Revisi KUHP di depan Gedung DPRD Sulsel Jalan Urip Sumoharjo Makassar, Selasa (24/9/2019) petang.
Ketiganya mendapat perlakukan kekerasan fisik dari aparat kepolisian, saat menjalankan kerja-kerja jurnalistik dalam meliput aksi di lokasi tersebut. Darwin dikeroyok oleh polisi di depan kantor DPRD Sulsel.
Dia ditarik, ditendang dan dihantam menggunakan pentungan di tengah-tengah kerumunan polisi. Padahal dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, Darwin telah dilengkapi dengan atribut dan identitas jurnalis berupa ID Card ANTARA.
Rekaman video membuktikan, tindakan bar-bar aparat kepolisian terhadap Darwin. Sejumlah rekan jurnalis yang saat itu berusaha melerai tindakan kepolisian terhadap Darwin sama sekali tak diindahkan.
Polisi bersenjata lengkap tetap menyeret dan menghajar habis-habisan Darwin. Kondisi mulai mereda saat Darwin dibawa oleh rekan-rekan jurnalis lainnya sedikit menjauh dari lokasi pengoroyokan. Darwin menderita luka sobek pada bagian kepala dan bibirnya.
Korban kemudian menjalani perawatan medis di Rumah Sakit Awal Bross, Makassar. Di saat yang sama, Saiful juga mendapatkan perlakuan serupa. Saiful dipukul dengan pentungan dan kepalan di bagian wajahnya oleh polisi.
Kejadian yang sama persis saat dia meliput aksi demonstrasi mahasiswa dan masyarakat di Jalan Urip Sumohardjo. Tepat di depan Warkop Fly Over, lokasi di mana penganiayaan terjadi.
Pengniayaan dipicu, kemarahan polisi saat mengetahui Saiful masih sempat mengambil gambar saat polisi memukul mundur para demonstran dengan gas air mata dan water cannon.
Saiful telah memperlihatkan identitas lengkapnya sebagai seorang jurnalis yang sementara menjalankan tugas jurnalistik, peliput demonstrasi. Alih-alih memahami, polisi justru dengan beringas menghajar Saiful.
Saiful menderita luka lebam, di mata kiri dan kannanya akibat hantaman benda tumpul kepolisian. Sebab pengniayaan yang dialami Saiful sama persis dengan Ishak Pasabuan.
Dia juga dilarang mengambil gambar saat polisi terlibat bentrok dengan demonstran. Ishak dihantam benda tumpul polisi di bagian kepalanya. Bersama Darwin, Ishak juga sempat menjalani perawatan medis di RS Awal Bross.