Sabtu, 07 September 2019 09:53

Nama PM Jepang Ternyata Bukan Shinzo Abe, Ini yang Benar Menurut Pakem Lokal

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
PM Jepang, Shinzo Abe
PM Jepang, Shinzo Abe

Perdana Menteri Jepang selama ini terkenal bernama Shinzo Abe. Tak banyak yang tahu bahwa itu bukan nama sebenarnya.

RAKYATKU.COM - Perdana Menteri Jepang selama ini terkenal bernama Shinzo Abe. Tak banyak yang tahu bahwa itu bukan nama sebenarnya.

Nama Shinzo Abe ternyata dipengaruhi cara penulisan nama dalam bahasa Inggris. Gaya penulisan nama ala Barat itu sudah diadopsi kurang lebih 150 tahun.

Kini, wacana untuk mengembalikan gaya penulisan nama ala tradisi Jepang, kembali menguat. Pemerintah mengusulkan supaya penulisan nama mereka disesuaikan dengan tradisi yang mereka anut.

Usulan untuk menulis nama secara tradisional tidak hanya terjadi di Jepang. Namun juga di negara Asia Timur lain seperti China, Korea Selatan (Korsel), dan Korea Utara (Korut). 

Niat itu muncul karena selama ini setiap diterjemahkan sesuai alfabet Romawi, mereka juga mengadopsi sistem Barat di mana nama marga mereka ditaruh di belakang. 

Sebagai contoh, sesuai penamaan Inggris Perdana Menteri Jepang adalah Shinzo Abe. Namun jika merujuk kepada tradisi Negeri "Sakura", namanya adalah Abe Shinzo. 

Dilansir Sky News Jumat (6/9/2019), istri mendiang pentolan banda The Beatles John Lennon adalah Yoko Ono. Jika sesuai penamaan Jepang, nama yang benar adalah Ono Yoko. 

Menteri Pendidikan Masahiko Shibayama pun mengusulkan proposal, dan kemudian mendapat dukungan dari kalangan konservatif yang ingin mempertahankan tradisi mereka.

"Tentu lebih baik jika mengikuti tradisi Jepang ketika orang Jepang menuliskan nama mereka melalui alfabet Romawi," terang Shibayama dilansir Kyodo. 

Dia menjelaskan dengan dunia yang terus mengalami perkembangan maupun globalisasi, adalah penting bagi Tokyo untuk mengakui diversitas dalam bahasa dan kultur. 

Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga menuturkan, detil bakal diperhatikan kemudian. Tapi, mereka sudah mempersiapkan langkah perubahan itu. 

Kementerian Pendidikan, Kultur, Olahraga, dan Teknologi akan menentukan apakah mereka bakal meminta sektor swasta untuk mengikuti keputusan pemerintah. 

Sebuah jajak pendapat dari harian Yomiuri pada pekan ini memaparkan, sekitar 59 persen warga Jepang mendukung ide itu. Adapun 29 persen lainnya menolak.