Jumat, 06 September 2019 10:34

Kredit Macet Bank Sulselbar Akibat Dana Talangan BPJS Kesehatan, Ini Usul Direktur Jenggala Center

Mays
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Syamsuddin Radjab
Syamsuddin Radjab

Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB), yang digelar Rabu, 5 September 2019 kemarin, memutuskan untuk mencopot Andi Muhammad Rahmat sebagai Dirut Bank Sulselbar.

RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB), yang digelar Rabu, 5 September 2019 kemarin, memutuskan untuk mencopot Andi Muhammad Rahmat sebagai Dirut Bank Sulselbar.

Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah menyebutkan, salah satu alasan RUPS-LB mencopot Rahmat, karena tingkat kesehatan bank yang dinilai tidak wajar. Termasuk adanya kredit macet senilai ratusan miliar rupiah.

Andi Muhammad Rahmat menampik kalau bank yang dipimpinnya sejak 2014 silam itu, disebut terpuruk. Soal kredit macet, Rahmat bilang, adanya salah satu rumah sakit yang tidak menerima pembayaran BPJS, berimbas pada pembayaran kredit di bank yang dipimpinnya.

Direktur Jenggala Center, Syamsuddin Radjab menyebutkan, pembayaran BPJS di Makassar yang berakibat kredit macet terhadap Bank Sulselbar, harus disikapi serius.

Menurut pria yang akrab disapa Olleng ini, terkait pembiayaan dana talangan, dari hasil informasi sumber terpercaya dia menyampaikan, jumlah pasien untuk klaim pembayaran ke BPJS itu dimarkup oleh Puskesmas. "Misalnya, pasien hanya 100 per bulan, tapi yang dilaporkan 200 orang," ujar Olleng.

Puskesmas di Makassar lanjut Olleng, kemudian melakukan klaim ke pihak BPJS. Tentu dengan persetujuan atas pengetahuan para pihak seperti rumah sakit, puskesmas, Kadis Kesehatan, dan pihak BPJS sendiri.

"Pihak-pihak bertanggung jawab harus diperiksa aparat terkait, baik inspektorat atau kepolisian, karena merugikan keuangan negara," tegasnya.

Mantan Direktur  Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) itu juga menambahkan, perlunya melakukan pemeriksaan forensik menyeluruh atas dugaan laporan klaim BPJS dari Puskesmas, kadis kesehatan dan BPJS Makassar sendiri.

Hal demikian lanjut dia, bisa dibandingkan dengan pasien yang bekerja sama dengan klinik-klinik dan puskesmas di Makassar, akan ditemukan data pasien yang sangat jauh berbeda.

"Gubernur Sulsel dan Pj Wali Kota Makassar, dapat mengeluarkan perintah atau instruksi kepada inspektorat dalam rangka pemeriksaan pihak terkait, dan disupervisi oleh aparat penegak hukum atau KPK. Atau mungkin tim independen, karena dugaan kerugian negara ratusan miliar rupiah sejak perjanjian para pihak mulai dilaksanakan," jelasnya.

Dia memandang, perlu diadakan evaluasi total soal kerjasama BPJS dan dinas kesehatan, serta rumah sakit, terkait dengan membangun pola dan mekanisme yang transparan dan akuntabilitas publik.

Dana-dana yang terkumpul dari mark-up pembiayaan dana talangan Bank Sulselbar ke BPJS kata Olleng, berdasarkan laporan dinas kesehatan atau Puskesmas Kota Makassar, diduga digunakan untuk kepentingan dana politik pejabat tersebut, sehingga perlu pemeriksaan menyeluruh dan penegakan hukum.

"Demikian saran dan masukan kami, semoga bisa segera membenahi program kesehatan kita di Sulsel dan masyarakat," pungkas dosen Hukum UIN Alauddin ini.