RAKYATKU.COM - Tersangka kasus pengibaran bendera Bintang Kejora kemungkinan dilepas. Pengakuan mantan Gubernur Papua Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numberi meringankan pelaku.
Freddy Numberi yang mantan menteri kelautan dan perikanan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu menceritakan pengalamannya berkunjung ke Belanda.
Papua punya hubungan historis dengan Belanda. Papua diakui sebagai wilayah Hindia Belanda lewat proklamasi khusus oleh Raja Willem I Frederik pada 117 tahun sebelum Indonesia merdeka.
Sementara daerah-daerah lain yang dikuasai Belanda baru masuk beberapa waktu belakangan. Itu sebabnya, Freddy menyebut Papua bukan anak bungsu di Indonesia, melainkan anak sulung.
"Jadi, koloni (Hindia Belanda) yang berhak menyebut dirinya sebagai anak sulung adalah Papua. Kenapa? Kamilah yang punya Proklamasi dari Raja Belanda Willem I Frederik yang menyatakan wilayah ini di bawah kekuasan Hindia Belanda yang berkedudukan di Batavia," papar Freddy seperti dikutip dari Detikcom.
Ia mengaku pernah menghabiskan waktu selama dua tahun melakukan riset, termasuk bolak-balik ke sejumlah perpustakaan dan museum di Belanda.
Dari sejumlah dokumen yang ditemukannya, Freddy juga menegaskan bahwa bendera Bintang Kejora yang oleh sementara pihak dianggap sebagai simbol kemerdekaan adalah keliru.
Sebab merujuk pada peraturan nomor 68 tahun 1961 yang menyebutkan bahwa Bintang Kejora adalah sebagai Land Flag bukan National Flag. Selain bendera budaya, Belanda juga membolehkan Papua memiliki hymne daerah.
"Itu berlaku bagi seluruh wilayah yang menjadi domain Belanda di seberang lautan, seperti Suriname, Aruba, Curacao, Sint Maarten, Bonaire, Sint Eustatius, dan Saba," kata pria kelahiran Serui 15 Oktober 1947 itu.
Jika menilik rekam jejak Belanda dalam sejumlah perjanjian, tak pernah ada maksud untuk memberikan kemerdekaan kepada Papua. Belanda selalu menerapkan politik pecah belah agar tetap bercokol dan menguasai wilayah-wilayah jajahannya.
Terkait aksi-aksi anarkis di sejumlah wilayah di Papua dan Papua Barat sebagai respons atas sikap rasisme di Surabaya, Freddy menyayangkannya. Ia menilai hal itu tidak murni lagi, karena rasisme terhadap orang Papua sudah lama terjadi.