Oleh: Kurnaemi Anita
(Mahasiswa Magister Ekonomi Syariah UIN Alauddin Makassar)
AKUNTANSI dikenal di tengah masyarakat sebagai kegiatan pencatatan atau pengelolaan transaksi keuangan. Akutansi sendiri pada dasarnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari praktik muamalah.
Dalam Islam, kebutuhan akan akuntansi atau kegiatan pencatatan bukanlah hal yang baru. Dari surah al-Baqarah ayat 282 diketahui bahwa sejak zaman Nabi Muhammad saw telah ada perintah melakukan kegiatan pencatatan yang tekanannya adalah untuk menjaga kebenaran, keadilan, dan kejujuran di antara dua pihak yang melakukan muamalah.
Konsep yang mengindikasikan perlunya ditegakkan nilai kebenaran dan kejujuran dalam aspek akuntansi dan pemberian informasi, merupakan konsep yang dianut oleh syariat Islam sejak dulu.
Dari sinilah kemudian muncul terminologi tentang akuntansi syariah, sebagai upaya mendekontruksi akuntansi modern kedalam bentuk yang lebih humanis dan sarat nilai-nilai ketuhanan.
Kehadiran akuntansi syariah dalam atmosfer lambaga keuangan syariah yang mencoba mengimplementasikan aktivitas operasinya berdasarkan syariah Islam.
Fenomena ini muncul sebagai konsekuensi logis dari adanya kesadaran banyak pihak untuk kembali menyandarkan aktivitas usahanya berdasarkan landasan Islam yang bersifat paripurna dan komprehensif.
Selain itu, bermunculannya virus skandal akuntansi dalam perusahaan-perusahaan menjadikan elektabilitas akuntansi modern sedikit bergeser.
Pola informasi yang disediakan oleh akuntansi modern akan mempengaruhi perilaku dalam pencapaian tujuan yang tidak Islami, seperti melakukan kecurangan atau manipulasi data dan informasi demi sebuah kepentingan individu atau kelompok.
Kita seringkali dihebohkan oleh sejumlah kasus korupsi, kolusi, manipulasi, dan penyuapan baik yang terjadi di kalangan pemerintahan, perbankan maupun di legislatif, baik yang dilakukan oleh para akuntan, pejabat atau petinggi, maupun yang dilakukan oleh pegawai atau karyawan biasa.
Hal ini menunjukkan kepada kita semua adanya kemerosotan moral oleh manusia khususnya para pelaku akuntansi. Akibatnya, banyak pihak yang merasa "kecewa" dan mulai melirik urgensi nilai-nilai agama dalam praktik akuntansi.
Doktrin Islam mengenai integralitas syariah dalam seluruh aspek kehidupan juga menyentuh segmen akuntansi atau pencatatan kegiatan muamalah. Tujuan syariah adalah untuk mendidik setiap manusia, menerapkan keadilan, kejujuran, dan merealisasikan kemaslahatan bagi setiap individu di dunia maupun di akhirat.
Aspek moral dalam Islam sendiri didasarkan pada konsep Tauhid. Tauhid merupakan fondasi pertama dalam diri seorang muslim yang akan tercermin pada seluruh aktivitasnya.
Tauhid berfungsi sebagai benteng pertahanan seorang muslim dalam melakukan kebaikan dan menjaga dirinya dari kejahatan dan keburukan.
Kegiatan muamalah termasuk pemberian informasi keuangan tidak pernah lepas dari nilai-nilai ketauhidan.
Demikian karena manusia memiliki tanggung jawab dari tiga sisi, kepada lingkungannya, kepada dirinya sendiri, dan kepada Allah subhanahu wata'ala.
Jelas kiranya bahwa dalam akuntansi syariah, laporan yang dihasilkan bukan hanya sekadar pertanggungjawaban kepada manusia semata, akan tetapi juga ia terikat dengan pertanggungjawaban kepada Allah sebagai pemilik yang hakiki dari aset dan harta yang ia harus laporkan.
Seorang akuntan yang memiliki tauhid yang kuat, akan memberikan laporan pertanggungjawaban keuangan yang informatif dan apa adanya, sesuai kebenaran dan realita lapangan.
Dengan kesadaran diri tersebut, seseorang akan selalu merasakan kehadiran "Sang Maha Kuasa" dalam dimensi waktu dan ruang. Inilah yang disebut sebagai muraqabatullah. Yang dari sifat ini, akan melahirkan seorang akuntan yang bersih dan amanah.
Dengan demikian, melalui akuntansi syariah, realitas sosial akan dikonstruksi melalui muatan nilai-nilai tauhid dan ketundukan pada aturan-aturan Ilahi.
Semuanya dilakukan dengan perspektif Khalifatullah Fil Ardh, yaitu cara pandang yang sadar akan hakikat diri manusia dan adanya pertanggungjawaban kelak di kemudian hari di hadapan "Sang Maha Kuasa".
Hasilnya, akuntansi syariah yang berbasiskan konsep tauhid mempunyai elektabilitas tersendiri untuk bisa dipertanggungjawabkan baik secara horizontal dan vertikal. Karena ia diikat oleh aturan-aturan agama sebagai basis dan ruh dari akuntansi syariah itu sendiri.
Akhirnya, akuntansi syariah mempunyai kelebihan "kredibiltas" dan "terpercaya" dalam penyajian informasi.