RAKYATKU.COM - Siang menjelang petang. Sekira medio Agustus 2011. Seorang staf melaporkan kalau ada tamu ingin bertemu bupati. Sang Bupati tak memberikan respons. Tidak menolak. Pun tidak mengiyakan.
Malah menyilakan saya dan seorang wartawan media cetak menemuinya. Kami pun masuk dan duduk di kursi sebelah kiri ruangan bupati. Ya, dia adalah Ichsan Yasin Limpo (IYL). Di kalangan keluarga dan atau sahabat dekat, IYL akrab disapa Ongkeng.
Selanjutnya, Sang Bupati menyalami. Bertanya kabar. Ia kemudian izin sebentar, karena ada yang sangat urgen diselesaikan. Ia berjalan menuju meja kerjanya. Lima menit, ia kembali. Lalu, menyilakan menyeruput kopi yang sudah disiapkan staf.
Saat itu, kami diterima dengan hangat. Sang Bupati juga begitu antusias menjelaskan sejumlah programnya untuk masyarakat Gowa. Namun, saat masuk tema pendidikan, ia tambah bersemangat. "Warga di Gowa tidak boleh ada yang putus sekolah karena persoalan biaya. Juga tidak boleh berhenti sekolah karena pakaian seragam," katanya, bersemangat.
"Semua harus dianggarkan dengan baik. Pemerintah perlu hadir memberikan pelayanan kepada rakyat. Tidak boleh ada pungli. Atau diktat atau apalah namanya yang memberatkan orangtua siswa," tambah IYL yang juga akrab disapa Punggawa.
Tatapannya tajam. Ia terlihat serius. Tiba-tiba, ia mengepalkan tangannya seraya berucap, "Berdosa saya ndik, kalau ada anak-anak yang tidak sekolah karena biaya."
Ia pun mengisap rokok kretek warna putih. Matanya menerawang. Pun selanjutnya ia mewanti-wanti Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk tidak main-main. Apatah lagi melakukan pungli kepada masyarakat.
Penegasan senada disampaikan saat menyinggung kesehatan. Bagi Sang Bupati, masyarakat tidak boleh dibiarkan tergeletak sakit karena biaya. Rumah sakit harus melayani warga yang membutuhkan pertolongan. "Ini juga sudah dianggarkan. Jika ada warga sakit, cukup memperlihatkan identitas, rumah sakit akan memberikan pelayanan," tandasnya.
Di akhir perbincangan, ia menyinggung pengusaha yang ingin bertemu. Kata dia, pengusaha yang mau bertemu itu karena ingin mempercepat urusannya. "Padahal, itu salah. Justru kalau ketemu saya, surat izinnya saya akan perlambat. Mereka pikir saya tidak tahu. Padahal, ngana belum tulis, kita so baca (Anda belum tulis, kita sudah baca)," kata Ichsan yang disambut tawa.
Kamu Temanku
Purnama kelima di 2012. Saya dipanggil ke lantai empat salah satu gedung jangkung di Makassar. "Big bos ingin bertemu," kata salah seorang petinggi menginfokan.
Dengan mengucap "bismillah", saya pun menghadap. Betul. Saya diminta membangun perusahaan baru. Kata Sang Big Bos, mainan baru.
Dengan haqqul yakin sebagai bawahan, saya mengiyakan. Kebetulan, bos saya ini, memang bak orangtua sendiri. Bagi yang mahfum cara dia mengkader, pasti penilaiannya positif. Malah bagi saya, sangat luar biasa. Teringat pesan "marah cukup sampai di leher". Kata dia, jadi pemimpin tidak boleh marah sampai di hati. Cukup di leher saja. Karena kalau sampai di hati, tidak baik. Bahkan, sudah jadi penyakit.
Singkat kisah, saya menghubungi Kabag Humas Pemkab Gowa. "Tolong jadwalkan ketemu dengan pak bupati. Ada penting," pinta saya. Besoknya, saya diminta untuk siap-siap saja. "Pas ada waktu kosong, langsung ketemu," kata sang protokoler setelah dihubungi Kabag Humas.
Gayung pun bersambut. Saya dan seorang senior di profesi wartawan, diterima. Niat mengajak Sang Bupati pun kami utarakan. Ia tidak mengiyakan. Juga, tidak menolak. Pembicaraan mengenai niat membangun perusahaan baru itu pun terhenti.
Pada sebuah acara syukuran, saya kembali menyampaikan niat agar Sang Bupati ikut join membesarkan sebuah perusahaan baru. Perusahaan yang berafiliasi dengan perusahaan besar di Indonesia. Tapi, lagi-lagi, ia hanya tersenyum.
Sampai kemudian, Juli 2012 saya ditelepon Kabag Humas. Katanya, Sang Bupati ingin bertemu. Dengan memanggil senior saya, kami pun ke kantor Pemkab Gowa. "Apa kabar ndik," katanya, seraya menyalami. Setelah itu, Sang Bupati pun langsung to the poin.
"Jujur, saya tidak terlalu tertarik ikut. Tapi, kamu temanku, saya pasti ikut
membantu. Teman tidak bisa dinilai dengan uang atau harta apapun," katanya, dengan suara tegas.
"Insyaallah, Jumat ndik. Tapi ingat ya, tidak boleh ada yang terdelusi," pintanya.
Sejumlah tokoh yang dekat dengan IYL, mengakui soal bingkai pertemanan Punggawa. Kata dia, IYL berteman begitu ikhlas. Tanpa pamrih. Dan Punggawa pun siap di barisan terdepan jika ada yang mengganggu temannya. "Pak Ichsan sangat sangat menjaga pertemanannya. Ikhlas dan siap berkorban," tandas Abdul Latif, mantan Sekprov Sulsel, membenarkan.
Air Mata
23 Juli di sebuah rumah makan di bilangan Panakkukang, Makassar. Seorang teman berkisah soal kondisi kesehatan Punggawa. Kata dia, info yang didapatkannya, kurang bagus. Selain kanker, Punggawa juga punya masalah ginjal. "Serius!," katanya, menatapku sedih. Saya pun ikut larut dalam kesedihan.
Selasa, (30/7/2019) pagi. Saya mendapat informasi. Sebuah kabar yang begitu memilukan. Bahwa, Punggawa telah pergi untuk selama-lamanya.
Innalillahi wainnailahi rojiun. Saya tiba-tba merasa lemas. Terdiam. Saya lalu memperbaiki duduk, kemudian membaca alfatihah. Wajah Punggawa terlintas. Tak terasa, buliran air mata jatuh.
Pak Ichsan, terima kasih telah mengajari arti sebuah pertemanan. Terima kasih banyak berbagi soal amanah...Juga terima kasih tak terhingga soal kisah dan pengalaman dalam banyak hal. Kami akan mengingatnya...Pun kami tidak akan melupakanmu...Karyamu akan selalu ada walau jasadmu telah pergi...
Selamat jalan Kakanda...Semoga mendapat tempat terbaik di sisi-Nya...Aamiin...
Oleh: Subhan Yusuf
(Direktur Utama Rakyatku.com)