RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Irfan Jaya hadir memberikan kesaksiannya pada sidang hak angket di Gedung Tower Kantor DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Senin sore (15/7/2019).
Nama Irfan turut disebut oleh Kepala Bapenda Sulsel, Andi Sumardi Sulaiman pada sidang hak angket beberapa waktu lalu. Irfan Jaya disebut sebagai perantara pertemuan antara dua pengusaha, yakni Ferry Tandiari dan Anggu Sucipto dengan mantan Kepala Biro Pembangunan Sulsel, Jumras.
Dalam pemeriksaan yang digelar terbuka, Irfan Jaya menceritakan dari awal kronologis pertemuan antara Ferry, Anggu, dan Jumras di barbershop miliknya di Jalan Bau Mangga, Makassar.
Menurutnya, pertemuan tersebut berawal dari pembahasan dua paket proyek yang diincar oleh Ferry dan Anggu. Dua proyek dimaksud adalah paket proyek jalan Soppeng hingga batas Sidrap senilai Rp34 miliar lebih serta paket proyek peningkatan ruas jalan Palampang-Munte-Bontolempangan yang berlokasi di Sinjai-Bulukumba yang juga memiliki total anggaran sebesar Rp34 miliar lebih.
Sebelum pertemuan, Irfan Jaya mengakui memang sempat berkomunikasi via telepon dengan Sumardi Sulaiman hingga janjian untuk bertemu di Cafe Mama, tepat didepan barbershop miliknya.
“Kebetulan saya kenal beliau (Andi Sumardi Sulaiman), sehingga kami pun janjian ketemu di Cafe Mama. Tapi karena cafe yang ingin kami tempati tutup saat itu, maka kami pindahkan ke barbershop saya di lantai dua. Sebelum pertemuan, tanpa sepengetahuan Pak Sumardi saya menghubungi dua teman saya (Ferry dan Anggu) mengajaknya bergabung. Tentu tujuannya akan membicarakan proyek di Sulsel bersama Pak Sumardi,” beber Irfan Jaya.
Di hari yang disepakati untuk bertemu, Sumardi agak kaget ketika ada dua pengusaha yang datang, yakni Anggu dan Ferry. Sebab sepengetahuannya hanya bertemu dengan Irfan Jaya. Sumardi pun memanggil Jumras untuk menjelaskan jika dirinya sama sekali tak mengatur atau mengarahkan tender proyek.
“Pak Sumardi hanya sebentar saja saat kami bertemu. Beliau sangat gelisah dengan kehadiran dua pengusaha yang memang tidak saya sampaikan sebelumnya. Pak Sumardi hanya menyampaikan, bahwa dirinya sama sekali tak mengatur tender. Silahkan bicara sendiri dengan Pak Jumras yang menangani urusan tender di pemprov. Setelah itu, beliau pamit,” tambah Irfan Jaya.
Di pertemuan antara Jumras, Ferry, Anggu yang ikut disaksikan Irfan Jaya, mereka membicarakan dua proyek yang ingin ditender oleh Anggu dan Ferry yang nominalnya masing-masing puluhan miliar tersebut. Tentu saja pertimbangannya, mereka punya perusahaan, alat, bahan dan pengalaman untuk mengerjakan proyek infrastruktur tersebut.
Dari pembicaraan itulah, terungkap jika proyek tersebut harus ada fee dikeluarkan sebesar 7,5 persen dari nilai proyek tersebut. Hanya saja, Ferry maupun Anggu disebut Jumras sulit menangani atau memenangkan proyek itu. Alasannya, ada pengusaha lain yang sudah menyerahkan setoran fee 7,5 persen tersebut. Dia adalah Hartawan Ishak Jarre.
“Itu yang disampaikan Pak Jumras ke Ferry dan Anggu kalau pengusaha tersebut (Hartawan) sudah menyetor 7,5 persen. Tapi saya tidak tahu, dia setor kemana. Pak Jumras lalu bilang, kalau dia berani pasang badan jika sudah komitmen dengan orang,” lanjut Irfan Jaya menceritakan kronologis pertemuan itu.
Ferry yang memang punya pengalaman menangani proyek jalan di Sulsel, menanyakan pengusaha yang dimaksud. Disitulah, Jumras mengungkap identitas Hartawan Ismail Jarre tersebut. Jumras menyarankan ke Ferry dan Anggu untuk bertemu dengan pengusaha tersebut membicarakan proyek yang ingin dikerjakan.
“Di hari itu juga, Pak Jumras mempertemukan pengusaha yang bernama Hartawan dengan Ferry dan Anggu. Saya ikut di pertemuan itu. Pengakuan Hartawan sulit menyerahkan proyek tersebut. Alasannya, ia sudah mengeluarkan fee seperti yang disampaikan Jumras,” beber Irfan Jaya.
Karena tidak ada kesepakatan di pertemuan ini, maka proses tender proyek ini bakal berjalan normal dan terbuka. Perusahaan Anggu pun ikut didaftarkan di proses tender dengan mengikuti persyaratan yang sudah ditentukan panitia tender. Dalam proses itu, perusahaan milik Anggu, berada di peringkat pertama. Artinya, jika mengacu pada aturan, maka perusahaan tersebut paling berhak memenangkan proyek lelang itu.
Hanya saja kenyataannya, kata Irfan Jaya, yang dimenangkan dalam lelang proyek itu adalah perusahaan yang didaftarkan Hartawan yang di proses lelang justru menempati urutan ketiga.
"Itupun perusahaan PT. Putra Utama Global yang direkturnya adalah Hartawan diduga sedang bermasalah, karena terindikasi memalsukan pengalaman kerjanya," pungkasnya.