RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Kasus dugaan pelanggaran Pemilu (penggelembungan suara) yang terjadi pada proses pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel masih berjalan di tangan penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan.
Salah satu yang saat ini diproses adalah kasus dugaan penggelembungan suara caleg dari partai Golkar, Rahman Pina. Dalam kasus tersebut penyidik Polda Sulsel bahkan telah menetapkan lima orang sebagai tersangka.
"Jika dalam prosesnya nanti si caleg terbukti mengarahkan penyelenggara melakukan pelanggaran pemilu berupa penggelembungan suara maka calon legislatif yang bersangkutan bisa didiskualifikasi," ungkap akademisi Universitas Muslim Indonesia (UMI), Hasnan Hasbi, Kamis (4/7/2019).
Dosen Fakultas Hukum UMI ini menyebut penyelenggara yang melakukan penggelembungan suara tidak mungkin berjalan dengan sendirinya. Iya menyebut keterlibatan pihak lain yang mendapat manfaat dari penambahan perolehan suara tersebut.
"Logika sederhananya, tidak mungkin ada penyelenggara yang mengarahkan untuk menggelembungkan suara kalau tidak ada yang diuntungkan atau tidak ada permintaan dari caleg," tambahnya.
Proses hukum ini akan menentukan terbukti atau tidaknya dugaan penggelembungan suara yang terjadi. Hasnan menyebut partai politik yang mengusung caleg bersangkutan harus tegas menyikapi pelanggaran pemilu yang terjadi.
"Jika diputus terbukti dan incrach, Partai tidak mesti mentolerir perbuatan curang oleh kadernya," tambahnya.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani menyebut lima orang telah ditetapkan tersangka dalam dugaan pegelembungan suara Rahman Pina saat Pemilihan Umum (Pemilu) serentak April 2019 lalu.
"Dalam kasus ini kita telah menetapkan lima tersangka dari beberapa kelurahan dan kecamatan di Makassar," kata Dicky, Rabu (3/7/2019).
Kelima orang tersebut yakni Ketua PPK Kecamatan Panakukkang, Umar dan Ketua PPK Kecamatan Biringkanaya, Adi. Keduanya diduga lalai dalam pelaksanaan perhitungan perolehan pemilu sehingga penetapan suara tidak sesuai antara C1 dan DAA1 yang dikeluarkan PPK.
Kemudian anggota PPS Panaikang, Fitri, yang diduga berperan meminta kepada pengimput untuk mengubah suara dengan iming-iming memberikan imbalan, Rahmat yang merupakan Operator KPU di Kecamatan Biringkanaya, dan Ismail, yang merupakan PPS Kecamatan Panakkukang.