Selasa, 02 Juli 2019 05:00

Cinta Pertama Nabi Muhammad yang Berakhir Penolakan

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Ilustrasi.
Ilustrasi.

Nabi Muhammad saw juga pernah jatuh cinta dan patah hati. Itu terjadi ketika beliau masih muda. 

RAKYATKU.COM - Nabi Muhammad saw juga pernah jatuh cinta dan patah hati. Itu terjadi ketika beliau masih muda. 

Bukan Siti Khadijah yang menjadi cinta pertama beliau, melainkan seorang gadis asal suku Quraisy bernama Fakhitah.

Waktu itu paman sekaligus pelindung nabi, Abu Thalib, punya tiga orang putra dan beberapa orang putri. 

Beberapa ada yang sebaya dan menjadi teman sepermainan nabi seperti anak tetua Abu Thalib yang bernama Thalib, Aqil, dan Ja’far.  Nabi senang bermain bersama mereka.

Di antara anak-anak Abu Thalib ini ada salah satu yang menarik perhatian nabi. Ia adalah  putri keempat Abu Thalib yang bernama Fakhitah ibn Abu Thalib atau yang kerap dipanggil dengan Umm Hani’. Perasaan cinta pun tumbuh di antara mereka berdua.

Nabi Muhammad saw muda pun menemui pamannya itu. Beliau pun yakin perasaan cinta ini bukan main-main belaka. 

Beliau pun ingin meyakinkan Abu Thalib untuk segera menikahkan mereka berdua. Lagi pula, keduanya juga telah mencapai usia nikah. Namun, Abu Thalib sudah punya rencana lain.

Jika saja waktu itu Muhammad datang lebih cepat menemui Abu Thalib, bisa jadi ceritanya akan lain. 

Ternyata, sebelum Muhammad datang menemui pamannya itu, Umm Hani’ telah dilamar oleh seseorang. Pria itu juga memiliki kemampuan yang istimewa di mata Abu Thalib dan tampak mencintai putri kesayangannya itu.

Pria itu bernama Hubayroh, putra saudara ibu Abu Thalib yang berasal dari Bani Makhzum. Ia sendiri juga bukan sekadar pria yang kaya, tetapi juga berilmu, bijak, dan juga seorang penyair berbakat. 
Ditambah, kekuasaan bani Makhzum di Makkah demikian meningkat seiring dengan kian merosotnya kekuasan Bani Hasyim.

“Pamanku,” kata nabi. "Mengapa kau tidak menikahkannya padaku?” tanyanya lembut.

Tatkala keponakannya itu kembali mendekati, Abu Thalib hanya tersenyum dan menjawabnya, ”Mereka telah menyerahkan putri mereka untuk kita nikahi.”

Perkataan itu merujuk pada ibunda nabi sendiri, Aminah ibn Wahab, yang juga merupakan gadis dari suku yang sama dengan Hubayroh.

“Maka, seseorang pria yang baik haruslah membalas kebaikan yang sama dengan apa yang telah mereka berikan pada kita,” tambah Abu Thalib.

Akhirnya, kepada pria tersebut Umm Hani’ dinikahkan. Dan nabi menerima dengan lapang menerimanya. 

Beliau sadar bahwa Umm Hani’ memang bukan ditakdirkan oleh Allah swt  untuk bersanding bersama dirinya. Bahkan, nabi berdoa untuk kebahagiaan mereka berdua.

Kelak, beliau akan menemukan perempuan tangguh yang sangat ia cintai. Sebuah cinta sejati. Cinta sejati itu bernama Khadijah.

*Diceritakan ulang oleh Dedik Priyanto dari buku Martin Lings, Muhammad: His Life Based on The earliest Sources  diterjemahan oleh Qomaruddin SF Muhammad (2013) dan Muhammad ibn Saad dalam  Kitab al-Tabaqat al-Kabir, vol. 8. Translated by Bewley, A. (1995), The Women of Madina.

Sumber: Islami.co