RAKYATKU.COM, JENEPONTO -- Direktur Indonesia Public Health Committee (IPHC), Sabri, mendukung langkah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam pembatasan iklan rokok di internet.
"Pemblokiran iklan rokok di internet merupakan upaya melindungi anak-anak dari paparan iklan rokok dan mencegah bertambahnya perokok pemula," kata Sabri saat di hubungi wartawan, Sabtu (15/16/2019).
Menurutnya, penyebaran iklan rokok yang tersebar di internet tanpa kontrol, memiliki risiko diakses oleh masyarakat terkhusus pada anak dan remaja, dan akan berisiko menimbulkan perokok-perokok pemula.
Ia berharap, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) lebih serius dalam memperketat pengawasan.
"Selain pembatasan iklan di internet, kami berharap BPOM mempu memperketat pengawasan iklan rokok di media dalam jaringan (daring)," tuturnya.
Menurutnya, riset Kesehatan Dasar 2018 menyatakan, terjadi peningkatan prevalensi perokok anak dan remaja usia 10-18 tahun dari 7,2% di tahun 2013 menjadi 9,1% di tahun 2018.
Peningkatan prevalensi perokok anak dan remaja ini, antara lain terjadi karena tingginya paparan iklan rokok di berbagai media, termasuk media internet (teknologi informasi).
Penggunaan media internet yang demikian tinggi dalam masyarakat Indonesia, termasuk oleh anak dan remaja, telah dimanfaatkan oleh industri rokok untuk beriklan di media internet dalam tahun-tahun terakhir ini.
Berdasarkan studi yang dilakukan Stikom LSPR (2018), sebanyak 3 dari 4 remaja mengetahui iklan rokok di media online/daring. Dari riset tersebut juga dinyatakan bahwa iklan rokok banyak ditemui oleh remaja saat mereka mengakses internet.
"Seperti melalui youtube, berbagai situs, instragram, dan game online," pungkasnya.