Sabtu, 08 Juni 2019 02:00

Sudah 100 Orang Tewas dalam Konflik Sudan, Begini Kondisi Terbaru WNI

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Unjuk rasa rusuh untuk menggulingkan Presiden Sudan, Omar al-Bashir disebut sudah menewaskan seratusan orang.
Unjuk rasa rusuh untuk menggulingkan Presiden Sudan, Omar al-Bashir disebut sudah menewaskan seratusan orang.

Unjuk rasa rusuh untuk menggulingkan Presiden Sudan, Omar al-Bashir disebut sudah menewaskan seratusan orang. Bagaimana nasib WNI di sana?

RAKYATKU.COM - Unjuk rasa rusuh untuk menggulingkan Presiden Sudan, Omar al-Bashir disebut sudah menewaskan seratusan orang. Bagaimana nasib WNI di sana?

Dalam tiga hari terakhir, dilaporkan ada 61 orang tewas dalam bentrokan antara aparat keamanan dengan demonstran prodemokrasi di Khartoum, ibu kota Sudan.

Namun para dokter yang berpihak ke kelompok oposisi menyebut lebih dari 100 orang tewas ditembak aparat keamanan. Empat jenazah ditemukan di Sungai Nil yang melintasi Khartoum. 

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) memastikan hingga kini belum ada WNI yang jadi korban. KBRI sudah menyiapkan dua dua safe house atau tempat perlindungan bagi WNI.

"Masing-masing di Wisma Duta dan di kantor KBRI Khartoum. Kami menyediakan persediaan bahan-bahan pokok untuk sekitar 100 orang untuk masa satu minggu," kata Duta Besar Indonesia untuk Sudan Rossalis Rusman Adenan seperti dikutip dari BBC News. 

Di Sudan, WNI tercatat mencapai 1.300 orang. Sebagian besar adalah mahasiswa di Khartoum, terutama di Universitas Internasional Afrika dan Universitas Omdurman. Sebagian dari mereka juga belajar di Univeristas Khartoum, Universitas Sudan, dan di perguruan tinggi Alquran. 

"Pekerja migran Indonesia di Khartoum sekitar 200 orang. Ada juga mahasiswa di kota Madani dan personel TNI/Polri yang menjadi pasukan penjaga perdamaian PBB di Darfur dan di Abyei," katanya. 

Personel TNI/Polri yang bertugas Darfur berada di bawah koordinasi United Nations African Union Hybrid Mission in Darfur (UNAMID).

Sedangkan yang bertugas di Abyei, wilayah sengketa antara Sudan dan Sudan Selatan, berada di bawah koordinasi United Nations Interim Security Force in Abyei (UNISFA).

Komunikasi antara KBRI dan warga Indonesia dilakukan melalui organisasi-organisasi yang mewadahi WNI. 

Selain itu, KBRI memperkuat tim perlindungan WNI yang beranggotakan staf kedutaan dan perwakilan masyarakat, terutama dari kalangan mahasiswa.

"Koordinatornya dipilih berdasarkan wilayah konsentrasi di mana sebagian besar warga Indonesia bermukim, misalnya di sekitar Universitas Internasional Afrika. Banyak mahasiswa Indonesia yang tinggal di daerah ini" kata Rossalis. 

Krisis Sudan berawal pada akhir Desember 2018, ketika Presiden Omar al-Bashir menerapkan kebijakan darurat untuk mencegah ambruknya ekonomi negeri itu. 

Pemangkasan subsidi makanan dan bahan bakar memicu aksi demonstrasi di Sudan timur yang kemudian merembet hingga ke Khartoum.

Protes yang diserukan Asosiasi Profesional Sudan ini meluas dengan salah satu tuntutan agar Presiden Bashir, yang berkuasa selama 30 tahun, mundur. 

Pada 6 April lalu, demonstrasi mencapai puncaknya ketika para peserta aksi menduduki lapangan di depan markas besar angkatan bersenjata dan kementerian pertahanan yang bersebelahan. 

Kompleks kedua kantor pemerintah ini terletak hanya sekitar satu hingga dua kilometer dari kediaman dubes Indonesia di Khartoum. Para demonstran mendesak presiden dan militer keluar dari pemerintahan. Lima hari kemudian, militer mengumumkan bahwa Presiden Bhasir telah digulingkan.