Sabtu, 18 Mei 2019 09:40

Polisi Imbau Tak Ada Aksi pada 22 Mei, Begini Reaksi Kubu Prabowo

Ibnu Kasir Amahoru
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Ilustrasi.
Ilustrasi.

Mabes Polri mengimbau masyarakat tidak turun ke jalan pada 22 Mei 2019.

RAKYATKU.COM - Mabes Polri mengimbau masyarakat tidak turun ke jalan pada 22 Mei 2019. Imbauan ini dikeluarkan karena ada kekhawatiran yang menyerang massa pada hari penetapan hasil rekapitulasi suara Pemilu. 

Kadiv Humas Polri Irjen M. Iqbal mengatakan, kekhawatiran itu muncul setelah Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap sejumlah terduga teroris dalam beberapa bulan belakangan ini. Beberapa terduga teroris itu disebut sudah merencanakan penyerangan saat pengumuman oleh KPU berlangsung.

"(Terduga teroris) merencanakan aksi amaliyah. Nah ini ya, melaksanakan aksi amaliyah atau aksi teror dengan menyerang kerumunan massa pada tanggal 22 Mei mendatang dengan menggunakan bom," kata Iqbal.

Menurut Iqbal, kelompok tersebut sengaja memanfaatkan momentum pesta demokrasi. Seperti diketahui, tanggal 22 Mei merupakan waktu pengumuman pemenang Pilpres 2019.

"Karena bagi kelompok ini, demokrasi adalah paham yang tidak sealiran dengan mereka. Dan ini (massa) adalah target mereka," jelas Iqbal. 

"Oleh karena itu lewat forum ini, Kepolisian RI, saya selaku Kepala Divisi Humas juga sebagai juru bicara, menyampaikan bahwa pada tanggal 22 Mei masyarakat kami imbau tidak turun. Ini akan membahayakan, karena mereka akan menyerang semua massa termasuk aparat," sambungnya.

Menanggapi hal tersebut, Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno, Dahnil Azhar Simanjuntak, imbauan polisi tersebut sebagai upaya menebar narasi ketakutan. 

Sebab menurut Dahnil, cara yang sama pernah digunakan polisi untuk meredam aksi 411 dan 212.

"Ini narasi menebar ketertakutan, dan teror. Hal yang sama juga dilakukan oleh kepolisian ketika aksi 411, 212 dulu. Jadi ini narasi yang berulang-ulang. Narasi teroris politik," ungkap Dahnil, dikutip Kumparan, Sabtu (18/4/2019).

Selain itu, Dahnil melihat ada hal kontradiktif dalam pernyataan polisi soal potensi teror yang menyasar demontrasi pada 22 Mei 2019. 

"Di satu sisi pemerintah menuduh bahwa aksi-aksi 212 dulu, dan aksi-aksi massa yang tidak percaya dengan pemerintah ditunggangi terorisme, tapi di sisi lain aksi itu akan menjadi target teroris. Lucu memang," pungkasnya.