RAKYATKU.COM, JEPANG - Kaisar Akihito sore ini akan mengundurkan diri dari kursi kepemimpinannya. Selanjutnya, dia akan digantikan oleh putranya, Pangeran Naruhito, yang akan dilantik besok, Rabu, 1 Mei 2019, sebagai kaisar ke-126 Jepang.
Pangeran Naruhito, secara resmi akan memimpin negara itu ke era Reiwa, dan menandai akhir dari era Heisei saat ini, yang dimulai ketika Akihito naik tahta pada tahun 1989.
Naruhito saat ini berusia 59 tahun, menjalankan pendidikan di Oxford, dan menjadi putra mahkota pada usia 28 tahun.
Pada 1986, ia bertemu dengan istrinya Putri Mahkota Masako Owada, di sebuah pesta teh. Mereka menikah pada tahun 1993.
Satu-satunya anak pasangan itu, Putri Aiko, lahir pada tahun 2001. Namun, hukum Jepang saat ini membatasi perempuan untuk mewarisi takhta, sehingga dia tidak menjadi pewaris takhta.
Pamannya, Pangeran Fumihito adalah yang pertama di garis takhta diikuti oleh sepupu Naruhito, Pangeran Hisahito yang berusia 12 tahun.
Liburan musim semi tahunan di negara itu, telah diperpanjang hingga 10 hari tahun ini, untuk menandai diangkatnya kaisar baru.
Pengunduran diri itu dipandang sebagai peristiwa yang meriah, berbeda dengan ketika Kaisar Akihito menggantikan ayahnya 30 tahun lalu, setelah kematiannya - saat itu Jepang dalam kondisi berkabung.
Kali ini, orang akan pergi berlibur, berbondong-bondong ke bioskop, atau tinggal di rumah dan menonton upacara turun dan naik takhta yang keduanya akan disiarkan langsung.
Ini akan menjadi pertama kalinya siapa pun yang masih hidup bisa menyaksikan upacara turun takhta.
Ini juga akan menjadi penobatan kedua yang disiarkan televisi. Kenaikan Kaisar Akihito ke takhta disiarkan langsung di TV sekitar 30 tahun lalu.
Monarki Jepang, adalah monarki turun temurun tertua di dunia, dimulai sejak sekitar 600 SM.
Sebenarnya, kaisar Jepang dulu dipandang sebagai dewa, tetapi kaisar sebelumnya, Hirohito - ayah Akihito - secara terbuka meninggalkan keilahiannya di akhir Perang Dunia Kedua, sebagai bagian dari penyerahan Jepang.
Tetapi Kaisar Akihito yang membantu memperbaiki kerusakan reputasi Jepang setelah perang.
Ia dikenal karena menghilangkan penghalang antara rakyat dan monarki.
Kaisar jarang berinteraksi dengan publik, tetapi Akihito meredefinisi ulang peran kaisar, dan mulai dikenal karena belas kasihnya dengan para penyintas bencana.
Pada tahun 1991, dua tahun setelah ia naik takhta, Akihito dan permaisuri melanggar norma-norma dan berlutut untuk berbicara kepada orang-orang yang terkena dampak letusan gunung berapi di Nagasaki dan terus melakukannya.
Interaksi keduanya dengan orang-orang yang menderita penyakit kronis seperti kusta, yang terpinggirkan di Jepang, juga merupakan perubahan yang tajam dari keluarga kekaisaran di masa lalu.
Akhirnya, Akihito juga mengambil peran sebagai diplomat, yakni menjadi duta besar tidak resmi untuk Jepang dan bepergian secara luas ke negara-negara lain, sesuatu yang diharapkan akan terus dilakukan Naruhito.