Kamis, 18 April 2019 16:35

Kisah Gadis yang Dibakar Setelah Laporkan Pelecehan Seks Kepala Sekolahnya

Suriawati
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Nusrat Jahan Rafi (BBC)
Nusrat Jahan Rafi (BBC)

Nusrat Jahan Rafi disiram dengan minyak tanah dan dibakar di sekolahnya kurang dari dua minggu setelah dia mengajukan laporan pelecehan seksual.

RAKYATKU.COM - Seorang gadis berusia 19 tahun di Bangladesh dibakar hidup-hidup setelah melaporkan pelecehan seksual yang dilakukan oleh kepala sekolahnya.

Nusrat Jahan Rafi disiram dengan minyak tanah dan dibakar di sekolahnya, kurang dari dua minggu setelah dia mengajukan laporan di kantor polosi.

Nusrat berasal dari Feni, sebuah kota kecil berjarak 160 km dari ibukota Dhaka. Dia belajar di madrasah.

Pada 27 Maret, dia mengatakan bahwa kepala sekolah telah memanggilnya ke kantornya dan berulang kali menyentuhnya dengan cara yang tidak pantas.

Dia kemudian pergi ke kantor polisi, didampingi oleh keluarganya. Di sana, seorang petugas merekamnya saat memberikan pernyataan.

Dalam video itu, Nusrat tampak tertekan dan berusaha menyembunyikan wajahnya dengan tangannya. Polisi terdengar mengatakan bahwa itu "bukan masalah besar" dan menyuruhnya untuk memindahkan tangannya dari wajahnya. Video itu kemudian bocor ke media lokal.

Setelah laporannya diterima, polisi kemudian menangkap kepala sekolah. Namun sekelompok orang berkumpul di jalan menuntut pembebasannya. Protes itu diatur oleh dua siswa laki-laki dan dihadiri politisi lokal.

Orang-orang mulai menyalahkan Nusrat, dan keluarganya mengatakan mereka mulai khawatir tentang keselamatannya.

Namun demikian, pada tanggal 6 April, 11 hari setelah dugaan kekerasan seksual, Nusrat Jahan Rafi pergi ke sekolah untuk mengikuti ujian terakhirnya.

Pada saat itu, kakaknya mengantarnya dan ingin memasuki sekolah tapi dilarang. "Jika saya tidak dihentikan, hal seperti ini tidak akan terjadi pada saudara perempuanku," kata saudara laki-laki Nusrat, Mahmudul Hasan Noman.

Menurut sebuah pernyataan yang diberikan oleh Nusrat sebelum meninggal, seorang siswa perempuan membawanya ke atap sekolah dengan mengatakan bahwa salah seorang temannya dipukuli.

Ketika Nusrat tiba di atap, empat atau lima orang (mengenakan burqa) mengelilinginya dan menekannya untuk menarik laporan terhadap kepala sekolah. Ketika dia menolak, mereka membakarnya.

Kepala Biro Investigasi Polisi Banaj Kumar Majumder mengatakan bahwa para pembunuh itu ingin "membuatnya terlihat seperti bunuh diri". Namun rencana mereka gagal, karena Nusrat diselamatkan setelah mereka melarikan diri dari tempat kejadian.

Ketika Nusrat Jahan Rafi dibawa ke rumah sakit setempat, dokter menemukan luka bakar menutupi 80% tubuhnya. Tidak dapat mengobati luka bakar, mereka mengirimnya ke Rumah Sakit Medical College Dhaka.

Di ambulans, Nursat takut dia tidak akan selamat, jadi dia memberikan pernyataan di ponsel kakaknya.

"Guru itu menyentuhku, aku akan memerangi kejahatan ini sampai napas terakhirku," katanya.

Meski kondisinya parah, Nursat masih bisa memberikan pernyataan sebelum dia meninggal. Salah satu pembunuh memegangi kepalanya, jadi minyak tanah tidak dituang di situ, sehingga kepalanya tidak terbakar.

Dia juga mengidentifikasi beberapa penyerang sebagai murid di madrasah.

Setelah kejadian itu, berita kesehatan Nusrat mendominasi media Bangladesh. Pada 10 April, dia meninggal. Ribuan orang menghadiri pemakamannya di Feni.

Polisi kini telah menangkap 15 orang, tujuh dari mereka diduga terlibat dalam pembunuhan itu. Di antara mereka yang ditangkap adalah dua siswa laki-laki yang mengorganisir protes untuk mendukung kepala sekolah.

Kepala sekolah sendiri tetap berada ditahan. Sementara Polisi yang merekam pengaduan pelecehan seksual Nusrat telah dipecat dari jabatannya dan dipindahkan ke departemen lain.

Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina telah bertemu keluarga Nusrat di Dhaka dan berjanji bahwa setiap orang yang terlibat dalam pembunuhan itu akan diadili.

"Tak satu pun dari pelakunya akan terhindar dari tindakan hukum," katanya.

Kematian Nusrat telah memicu protes dan ribuan orang telah menggunakan media sosial untuk mengekspresikan kemarahan mereka tentang kasusnya dan perlakuan terhadap korban kekerasan seksual di Bangladesh.

"Banyak gadis tidak protes karena ketakutan setelah insiden semacam itu. Burqa, bahkan pakaian yang terbuat dari besi tidak dapat menghentikan pemerkosa," kata Anowar Sheikh di halaman Facebook BBC Bengali.

Menurut kelompok hak asasi perempuan Bangladesh Mahila Parishad, ada 940 insiden pemerkosaan di Bangladesh pada 2018. Tetapi para peneliti mengatakan jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi.

"Ketika seorang wanita mencoba untuk mendapatkan keadilan atas pelecehan seksual, dia harus menghadapi banyak pelecehan lagi. Kasus ini tetap ada selama bertahun-tahun, ada rasa malu di masyarakat, kurangnya kemauan dari polisi untuk menyelidiki tuduhan tersebut," kata Salma Ali, seorang pengacara hak asasi manusia dan mantan direktur Asosiasi Pengacara Wanita.

"Itu membuat korban menyerah untuk mencari keadilan. Pada akhirnya para penjahat tidak dihukum dan mereka melakukan kejahatan yang sama lagi. Yang lain tidak takut melakukan hal yang sama karena contoh-contoh seperti itu."