RAKYATKU.COM - Di balik "keganasan" Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama ini, ternyata menyisakan masalah. Diduga ada kesengajaan untuk tidak membidik pejabat yang terlibat korupsi di level tertinggi.
Hal itu terungkap dalam petisi yang diteken 114 penyidik dan penyelidik KPK. Petisi itu ditujukan kepada pimpinan lembaga antirasuah itu. Selama ini, pengembangan perkara sampai ke level pejabat yang lebih tinggi atau big fish dan tindak pidana pencucian uang mengalami kebuntuan.
Setidaknya ada lima poin dalam petisi tersebut sebagai berikut:
1. Terhambatnya penanganan perkara pada ekspose tingkat kedeputian
Penundaan pelaksanaan ekspose penanganan perkara dengan alasan yang tidak jelas dan cenderung mengulur-ulur waktu hingga berbulan-bulan sampai dengan perkara pokoknya selesai. Hal tersebut berpotensi menutup kesempatan untuk melakukan pengembangan perkara pada tahapan level pejabat yang lebih tinggi serta hanya terlokalisir pada level tersangka atau jabatan tertentu saja.
2. Tingginya tingkat kebocoran dalam pelaksanaan penyelidikan tertutup
Beberapa bulan belakangan hampir seluruh satgas di penyelidikan pernah mengalami kegagalan dalam beberapa kali pelaksanaan operasi tangkap tangan yang sedang ditangani karena dugaan adanya kebocoran Operasi Tangkap Tangan (OTT). Kebocoran ini tidak hanya berefek pada munculnya ketidakpercayaan (distrust) di antara sesama pegawai maupun antara pegawai dan struktural dan/atau pimpinan, namun hal ini juga dapat mengakibatkan tingginya potensi risiko keselamatan yang dihadapi oleh personel yang sedang bertugas di lapangan.
3. Tidak disetujuinya pemanggilan dan perlakuan khusus terhadap saksi
Pengajuan saksi-saksi pada level jabatan tertentu ataupun golongan tertentu menjadi sangat sulit. Hal ini mengakibatkan hambatan karena tidak dapat bekerja secara optimal dalam mengumpulkan alat bukti. Selain itu, terdapat perlakukan khusus terdapat saksi. Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu terdapat perlakuan istimewa kepada saksi yang bisa masuk ke dalam ruang pemeriksaan melalui pintu basement, melalui lift pegawai, dan melalui akses pintu masuk pegawai di lantai 2 gedung KPK tanpa melewati lobi tamu di lantai 1 dan pendaftaran saksi sebagaimana prosedur yang seharusnya.
4. Tidak disetujui penggeledahan pada lokasi tertentu dan pencekalan
Tanpa alasan objektif, sering kali pengajuan lokasi penggeledahan pada kasus-kasus tertentu tidak diizinkan. Penyidik dan penyelidik merasakan kesempatan untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti semakin sempit, bahkan hampir tidak ada. Selain itu, pencekalan terhadap orang yang dirasakan perlu dilakukan pencekalan tidak disetujui tanpa argumentasi yang jelas. Hal ini dapat menimbulkan berbagai prasangka.
5. Adanya pembiaran atas dugaan pelanggaran berat
Beberapa pelanggaran berat yang dilakukan oleh oknum di penindakan tidak ditindaklanjuti secara gamblang dan transparan penanganannya oleh pihak Pengawas Internal. Hal ini sering kali menimbulkan pertanyaan di kalangan pegawai, apakah saat ini KPK sudah menerapkan tebang pilih dalam menegakkan kode etik bagi pegawainya. Di satu sisi, kode etik menjadi sangat perkasa sekali, sedangkan di sisi lain, bisa menjadi sangat senyap dan berjalan lamban, bahkan kerapkali perkembangan maupun penerapan sanksinya pelan-pelan hilang seiring dengan waktu.
Petisi itu juga menyebutkan selama ini jalur komunikasi ke pimpinan KPK terkait persoalan itu sudah dijalin melalui forum Wadah Pegawai atau penyampaian langsung secara informal. Namun disebutkan bila semuanya itu menemui jalan buntu.
"Jika hal-hal tersebut di atas didiamkan, wibawa KPK sebagai lembaga penegak hukum yang bergerak secara profesional dan independen akan hilang," tulisnya lagi.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, petisi itu sudah diterima pimpinan KPK. Rencananya, pimpinan akan mengagendakan pertemuan dengan para pegawai tersebut dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Menurut Febri, pada dasarnya pimpinan KPK akan mendengarkan masukan atau kendala yang dialami pegawainya dalam penanganan perkara atau pelaksanaan tugas lainnya.
"Di KPK kami mengenal konsep komunikasi yang egaliter sehingga hal-hal seperti ini, dinamika seperti ini sangat mungkin terjadi. Saya kira, dulu juga pernah ada ya, keberatan, ada pertanyaan, ada saran pada pimpinan," kata dia.
Pimpinan, kata Febri, menganggap petisi ini sebagai sistem pengawasan dan keseimbangan di internal KPK. Febri memastikan permasalahan seperti ini akan diselesaikan secara baik.
"Indikator penting yaitu dengan kepentingan institusi KPK. Itu yang paling penting. Kami juga ingin pastikan satu hal, jangan sampai apa yang terjadi saat ini kemudian disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang terkait dengan perkara yang ditangani KPK," kata dia.