RAKYATKU.COM - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menolak mentah-mentah permintaan Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Satu lembar surat Sekretariat Negara dibalas tujuh lembar oleh KPU.
Presiden Joko Widodo melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyurati Ketua KPU RI Arief Budiman. Surat Menteri Sekretaris Negara RI itu bernomor R.49/M.Sesneg/D-1/HK.06.02/3/2019 yang dikirim 22 Maret 2019.
Dalam surat itu, presiden meminta agar Ketua Umum Partai hanura Oesman Sapta Odang (OSO) diakomodasi dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) DPD RI. Permintaan itu mengacu pada putusan PTUN.
Namun, permintaan tersebut ditolak KPU. Lembaga itu membalas Setneg melalui surat bernomor 564/HK.07-SD/03/KPU/III/2019. KPU menjelaskan panjang lebar mengapa OSO tidak bisa diakomodasi sebagai calon anggota DPD RI.
"KPU sudah jalankan sesuai peraturan perundang-undangan dan putusan MK," ucap Arief Budiman seperti dikutip dari Kumparan.com, Jumat (5/4/2019).
Pencoretan OSO berawal dari putusan MK pada 23 Juli 2018 yang melarang pengurus partai politik menjadi calon DPD. KPU menuangkannya dalam Peraturan KPU tentang Pencalonan di Pemilu 2019.
OSO kemudian melawan. Dia mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) agar membatalkan peraturan KPU, lalu ke PTUN agar membatalkan SK KPU tentang penetapan caleg DPD yang di dalamnya tidak ada OSO, dan gugatan ke Bawaslu juga agar OSO jadi caleg DPD.
Seluruh gugatan OSO ke MA, PTUN, dan Bawaslu akhirnya dikabulkan yang pada intinya KPU harus memasukkan lagi OSO sebagai calon DPD RI. Tapi, KPU tetap berpegang pada putusan MK yang melarang pengurus parpol menjadi calon DPD. Bila ingin diakomodasi, KPU minta OSO mundur dari pengurus parpol, namun ditolak OSO.
"KPU bukan berarti untuk mengesampingkan putusan PTUN dan Bawaslu, namun lebih kepada upaya KPU dalam menjalankan putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018," tulis Arief Budiman dalam suratnya ke Jokowi.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan KPU merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional dan mandiri. Oleh karena itu, sebagai lembaga yang mandiri, tak bisa diintervensi oleh pihak mana pun termasuk presiden.
"Karena itu dia tidak boleh dipaksa atau kemudian ditekan untuk mengikuti apa yang dikehendaki pihak luar. Termasuk presiden, DPR, DPD atau pihak mana pun," kata Titi.
Titi mengatakan, secara kelembagaan, KPU memang bisa meminta konsultasi berbagai pihak seperti presiden, DPR. Namun, keputusan bulat tetap ada di KPU tanpa ada pihak mana pun yang mengintervensi.