Senin, 01 April 2019 14:02

Dikhawatirkan Jadi Beban Negara, Anak Tuli dan Keluarga Terancam Dideportasi dari Australia

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Satu keluarga asal Bhutan terancam dideportasi dari Australia. (Foto: ABC News)
Satu keluarga asal Bhutan terancam dideportasi dari Australia. (Foto: ABC News)

Sebuah keluarga asal Bhutan terancam dideportasi dari Australia, karena anak mereka yang memiliki kesulitan pendengaran dikhawatirkan akan jadi beban Australia.

RAKYATKU.COM, CANBERRA - Sebuah keluarga asal Bhutan terancam dideportasi dari Australia, karena anak mereka yang memiliki kesulitan pendengaran dikhawatirkan akan jadi beban bagi Australia.

Anak yang memiliki kelainan pendengaran tersebut dianggap tidak memenuhi persyaratan kesehatan yang harus dipenuhi migran di Australia.

Keluarga Wangchuk pindah ke Australia dari Bhutan pada 2012 dan mengatakan putra mereka, Kinley akan hidup "terisolasi" bila mereka dideportasi kembali ke negara asalnya.

Kinley Wangchuk yang berusia 18 tahun tersebut tuli dan sudah belajar bahasa isyarat Australia yang dikenal dengan nama AUSLAN, namun ibunya Jangchu Pelden mengatakan dia tidak akan bisa berkomunikasi di Bhutan.

"Tidak seorang pun di Bhutan pernah mendengar mengenai AUSLAN, dan tidak ada fasilitas untuk membantunya." kata Jangchu.

"Kinley begitu senang di sini dan sudah kerasan dan sekarang dia bisa berkomunikasi."

"Kami pindah ke sini untuk mendapatkan kehidupan lebih baik, dan bila Kinley kembali ke sana, dia akan terisolir," katanya.

Permohonan keluarga tersebut untuk mendapat status permanent resident, atau penduduk tetap, telah ditolak oleh Tribunal Banding Masalah Administratif (AAT) dua pekan lalu dan keluarga tersebut diberi waktu 28 hari untuk meninggalkan Australia.

Sekarang mereka mengajukan banding kepada Menteri Imigrasi Australia, David Coleman, yang memiliki kuasa untuk membatalkan keputusan tribunal.

Keluarga ini pada awalnya tinggal di Melbourne, sebelum pindah ke Queanbeyan, di negara bagian New South Wales, di mana Jangchu sekarang bekerja di sebuah pusat pengasuhan anak-anak. Sementara suaminya, Tshering bekerja di rumah perawatan lansia.

Mereka mengajukan permanent resident pada 2015 dan selama menunggu proses banding mereka mendapatkan "bridging visa", namun mereka tidak boleh bekerja sampai Menteri Coleman membuat keputusan akhir.

Australia adalah Rumah Kami

Jangchu Pelden mengatakan meski AAT mengatakan anaknya akan menjadi beban negara dari sisi perawatan kesehatan, Kinley tidak pernah sekalipun mendatangi dokter di Australia selain untuk melakukan pengecekan pendengaran tahunan.

Meski hanya Kinley satu-satunya yang tidak memenuhi persyaratan visa, menurut aturan imigrasi di Australia, seluruh keluarga akan dideportasi.

"Australia sudah menjadi rumah bagi kami. Australia adalah rumah kami," katanya.

"Kami sudah tinggal di sini selama tujuh tahun, dan saya tidak bisa membayangkan kembali ke sana [Bhutan], karena kami begitu senang tinggal di sini," kata Jingchuk.

"Jika kembali, kami harus memulai lagi semuanya dari awal."

Kakak Kinley yang berusia 17 tahun, Tenzin Jungney adalah murid Kelas 11 Sekolah Menengah Queanbeyan dan berharap masuk Australian National University (ANU) untuk jurusan hukum internasional dan mungkin menjadi dokter atau belajar studi internasional.

"Ini sangat menakutkan," kata Jungney.

"Separuh dari hidup saya sudah saya habiskan di Australia."

"Saya pada dasarnya sudah beradaptasi dengan budaya dan masyarakat Australia."

"Karena ada perbedaan besar antara masyarakat Australia dan masyarakat Bhutan, perubahan mendadak ini mungkin akan berdampak besar bagi saya."

"Saya ingin mendapat kesempatan untuk tinggal di sini dan menunjukkan bahwa kami bisa berhasil."

Sumber: ABC News