RAKYATKU.COM - Wacana pengembalian dwifungsi TNI-Polri kembali digaungkan. Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan termasuk yang ngotot agar perwira tinggi dan perwira menengah TNI aktif bisa ditempatkan pada jabatan sipil.
Dia beralasan, dibutuhkan orang yang ahli untuk menempati jabatan tertentu. Masalahnya selama ini, kadang-kadang pejabat yang ditempatkan tidak mengerti tugasnya. Dia mencontohkan bidang kemaritiman.
Dalam pandangannya, tidak ada orang yang memiliki pengalaman sebaik perwira aktif TNI di Angkatan Laut (AL).
"Ada pejabat masuk, ternyata belum pernah ke laut sama sekali. Ya, kenapa tidak perwira aktif saja. Apalagi, tugas maritim ini kan juga ada hubungannya dengan keamanan," paparnya.
Bukan hanya di bidang kemaritiman, Luhut juga mengusulkan para perwira aktif untuk mengisi di beberapa bidang lainnya. Di antaranya, SAR serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Jabatan lain yang bisa diemban adalah lembaga yang bertugas menjaga area perbatasan antarnegara.
Dengan masuknya perwira aktif TNI itu, negara akan lebih cepat menangani segala masalah yang datang. "Kalau ada yang keberatan, coba dijelaskan keberatannya di mana?" tantang Luhut.
Namun, ide itu langsung mendapat penolakan luas. Salah satunya melalui petisi yang digalang Koalisi Masyarakat Sipil?. Petisi tersebut berjudul, "Restrukturisasi dan Reorganisasi TNI Tidak Boleh Bertentangan dengan Agenda Reformasi TNI".
Reformasi TNI mensyaratkan militer tidak lagi berpolitik dan salah satu cerminya adalah militer aktif tidak lagi menduduki jabatan politik seperti di DPR, gubernur, bupati, atau jabatan di kementerian dan lainnya.
Sejak UU TNI disahkan, militer aktif hanya menduduki jabatan-jabatan yang memiliki keterkaitan dengan fungsi pertahanan seperti Kementerian Pertahanan, Kemenkopulhukam, Sekmil Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lemhanas, Dewan Pertahanan Nasional, Narkotika Nasional dan Mahkamah Agung.
"Kami mendesak kepada DPR dan pemerintah agar tidak mendukung agenda restrukturisasi dan reorganisasi yang bertentangan dengan reformasi TNI, yakni penempatan militer aktif di jabatan sipil yang tidak diatur dalam UU TNI," kata pemrakarsa petisi dalam keterangan resminya seperti dilihat Rakyatku.com, Sabtu (23/2/2019).
Petisi yang dimulai pada 15 Februari 2019 itu didukung sejumlah organisasi dan tokoh. Termasuk Alissa Wahid, putri Presiden keempat RI, KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Berikut daftar pendukung petisi menolak dwifungsi TNI-Polri seperti dikutip dari change.or.id:
Koalisi Masyarakat Sipil
LEMBAGA:
1. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
2. Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS)
3. The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial)
4. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)
5. Human Rights Working Group (HRWG)
6. Indonesian Corruption Watch (ICW)
7. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia
8. Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)
9. Setara Institute
10. INFID ( International NGO Forum on Indonesian Development)
11. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
12. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya
13. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers
14. Lesperssi
15. Institut Demokrasi
16. Human Right Law Studies (HRLS) FH UNAIR
17. Lokataru Foundation
18. Indonesian Legal Roundtable (ILR)
19. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi)
20. Perkumpulan Pendidikan untuk Demokrasi (P2D)
21. Pusat Studi Papua Universitas Kristen Indonesia
22. Yayasan Pemberdayaan Sosial Pijar Lentera - Jakarta,Merauke,Manokwari
23. Forum Akademisi untuk Papua Damai (FAPD)
24. Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia (SEPAHAM) Indonesia
25. Pusat Pengembangan HAM dan Demokrasi (PPHD) Universitas Brawijaya
26. Yayasan Desantara
27. PAHAM Papua
28. KPJKB Makassar
29. Yayasan Inklusif
30. Yayasan Perlindungan Insani Indonesia
31. Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) Universitas Negri Medan
32. Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) FH Univ. Andalas
33. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
34. Lembaga Bantuan Hukum (LBH Semarang)
35. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua
36. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rakyat Banten
37. Yayasan Persahabatan Indonesia Kanada (YAPPIKA)
38. Institut Perempuan
39. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
INDIVIDU/TOKOH :
1. Prof. Dr. H. Mochtar Pabottingi (Profesor Riset LIPI)
2. Prof. Dr. Frans Magnis Suseno (Budayawan)
3. Prof. Dr. Syamsuddin Haris (Profesor Riset LIPI)
4. Dr. Karlina Supelli (Dosen STF Driyakara)
5. Dr. Agus Sudibyo (pegiat media)
6. Dr. Robertus Robet ( dosen UNJ)
7. Dr. Nur Iman Subono (Dosen UI)
8. Dr. Ali Syafaat ( Dosen FH UB)
9. Mangadar Situmorang, Ph.D (Dosen HI FISIP UNPAR)
10. Dr. Ani Sucipto (Dosen Fakultas Ilmu Sosial-Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia)
11. Dr. Antie Solaiman (Dosen dan Pemerhati Masalah Papua)
12. Dra. Sri Yanuarti (Peneliti Senior LIPI)
13. Diandra Mengko (Peneliti LIPI)
14. Bhatara Ibnu Reza, Ph.D (Dosen UBJ)
15. Usman Hamid (Direktur Amnesty Internasional Indonesia)
16. Suciwati (Pendiri Museum HAM Omah Munir)
17. Rafendi Djamin (Mantan Wakil Indonesia Untuk AICHR)
18. Darmawan Triwibowo (Direktur TIFA)
19. Asep Komarudin (Pegiat HAM)
20. Sholehudin A. Azis (Dosen Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah)
21. Siska Prabhawaningtyas Ph.D (Dosen Universitas Paramadina)
22. Bivitri Susanti (Dosen STHI Jentera)
23. Ray Rangkuti (Direktur Lingkar Madani Indonesia)
24. Muji Krtika Rahayu (Dosen STHI Jentera)
25. Charles Simabura (Dosen dan Peneliti PUSaKO FH Univ Andalas)
26. Leonard Simanjuntak (Aktivis Lingkungan)
27. Edna Caroline (wartawan pertahanan)
28. Feri Amsari (Dosen FH Universitas Andalas)
29. Fitriani, M.A., Ph.D (Dosen FISIP UI)
30. Rifai - Direktur Yayasan Citra Mandiri Mentawai(YCMM)
31. Lutfi Rahman (Syarikat Indonesia)
32. Zumrotin K. Susilo
33. Pater John Djonga (YTHP)
34. Alissa wahid (Gusdurian)
35. Alghfari Aqsa (Pengacara Publik)
36. Nawawi Baharuddin, S.H (Sekretaris Board INFID)
37. Ahmad Qisai, PhD. (Dosen Paramadina)
38. M. Najib Azca, Ph.D (Kepala PSKP UGM)
39. Valentina Sagala (Aktivis Perempuan)
40. Dr. Saiful Mujani (Saiful Mujani Research and Consulting)