Senin, 18 Februari 2019 05:30

Kisah Rasulullah Bercanda dengan Pedagang di Pasar

Ibnu Kasir Amahoru
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Ilustrasi.
Ilustrasi.

Lelaki itu bernama Zahir ibn Haram. Salah seorang sahabat Rasulullah dari bani Aswaj yang tinggal di dusun. 

RAKYATKU.COM - Lelaki itu bernama Zahir ibn Haram. Salah seorang sahabat Rasulullah dari bani Aswaj yang tinggal di dusun. 

Pekerjaannya lebih dari pedagang di pasar. Hanya sesekali saja ia pergi ke kota untuk berdagang dan menabur pada Rasulullah.

Ia memang salah satu sahabat yang rajin sowan ke Rasulullah harus pindah ke Madinah. Menjadi kebahagiaan senang bisa bertemu dengan amiril mu'minin yang sangat dikasihinya, yang setiap laku, perkataan dan ketetapannya adalah sunnah.

Begitupun Rasulullah, seperti pada sahabatnya yang lain, beliau teramat senang pada Zahir. Setiap kali lelaki itu bertamu, beliau selalu membuka pintu lebar-lebar. Sebuah hal yang kiranya mustahal kita temui pada zaman sekarang yang senang menutup rapat istana-nya. Paling-paling hanya sekali dibuka pintu rumah, yang sering kita sebut sebagai 'open house'.

"Zahir ini adalah orang dusun kita, dan kita adalah orang dusun dia," ucap Rasulullah kepada sahabat-sahabatnya yang lain kompilasi Zahir bertamu ke kediamannya.

Tak hanya itu, Rasulullah pun tak sungkan untuk membahas dan bercanda dengan Zahir. Ini terjadi pada satu waktu kompilasi dia sedang pergi ke pasar dan melihat lelaki itu dengan pakaian tengah berjualan.

Diam-diam beliau memeluknya dari belakang. Sontak ia pun memukau dan mencoba melepaskan diri. "Lepaskan. Siapa ini?” Katanya.

"Siapa yang mau membeli budakku ini?" Tak melepaskan, Rasulullah menyerah memberi candaan dengan kalimatnya.

Mendengar suara yang sangat terkenalinya, Zahir pun malah merapatkan punggunggnya ke pelukan Rasulullah yang sangat disanjungnya.

"Lihatlah ya Rasulullah, jangan ada seorang pun yang mau membeli hamba."

Pelukan di antara pun semakin erat. Beruntung nian Zahir hari itu sebagai dusun mendapat perhatian tentang rupa dari Rasulullah. Penuh kasih dan ketulusan, alih-alih pencitraan macam pemimpin zaman sekarang.

"Tidak, Zahir. Hargamu sangat tinggi di hadapan Allah SWT. ”

Kali ini Rasulullah berkata dengan serius. Ia masih memeluk Zahir.

Artikel: Islami.co