RAKYATKU.COM, MAKASSAR — Pemerintah Provinsi Sulsel, masuk dalam daftar provinsi dengan tingkat kepatuhan terendah pihak eksekutif dalam melaporkan harta kekayaannya.
Berdasarkan data dari Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (PP LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi, per Januari 2019, Pemprov Sulsel berada di urutan kedua. Di bawah Pemprov Papua Barat.
Data yang dirilis Direktorat LHKPN, Pemprov Papua Barat punya 517 pejabat eksekutif yang wajib lapor harta kekayaan. Namun hanya 0,39 persen yang menuruti aturan tersebut.
Sulsel berada di posisi kedua, dengan 532 pejabat yang wajib lapor. Hanya 1,59 persen melaporkan data kekayaannya.
Disusul Pemprov Maluku dengan jumlah wajib lapor 698. Namun yang menindaklanjuti hanya 1,72 persen.
Lalu ada Pemprov Sumatera Selatan dengan 577 wajib lapor, namun tindak lanjut 2,31 persen. Sementara Pemprov Maluku Utara 532 wajib lapor, namun tindak lanjut 7,74 persen.
Khusus untuk pejabat teras di lingkup Pemprov Sulsel, berdasarkan data monitoring kepatuhan KPK, sepanjang 2018, baru sembilan yang melaporkan harta kekayaannya.
Yakni Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah, Wakil Gubernur Sulsel, Sudirman Sulaeman, Kepala BKD Ashari Radjamilo, kepala Dinas Pendidikan Irman Yasin Limpo alias None, Kepala Bapenda Tau Toto, Kepala BPKD Arwien, Inspektur Inspektorat Lutfi Natsir, Kepala Bappeda Jufri Rahman, serta Kepala Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan A Bakti.
Sisanya, diminta untuk segera melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) hingga Maret. Kondisi ini menjadi pertanyaan dan wujud dari rendahnya tingkat kepatuhan laporan harta kekayaan penyelenggara negara pejabat di pemprov. Sebab, pengisian LHKPN merupakan kewajiban seluruh pejabat penyelenggara negara.
Penjabat Sekretaris Provinsi Ashari Faksirie Radjamilo mengatakan, rendahnya kesadaran pejabat di Pemprov Sulsel mengakibatkan KPK harus turun tangan. Pekan depan, Koordinator Supervisi dan Pencegahan (Korsupgah) KPK bakal ke Pemprov.
“Hari Selasa, Korsupgah bakal turun langsung memberikan arahan,” ujarnya.
Ashari bilang, ada 66 wajib lapor di Pemprov Sulsel. Masing-masing eselon II ditambah direktur RS. Sebelumnya, KPK mencatat, wajib lapor di Pemprov Sulsel ada 532 orang. Termasuk eselon III dan pejabat fungsional.
Namun, aturan yang tertuang dalam pergub tersebut sudah direvisi.
“Sisa 66 orang. Tapi yang melapor hanya 10 atau 1 persen dari wajib lapor. Direktur RS masih nihil,” katanya.
Ia mengaku sudah berulang kali meminta pejabat untuk mengisi form yang telah disediakan KPK di email masing-masing pejabat. Namun diabaikan. “Dua tahun lalu sudah diingatkan,” tukasnya.
Sanksinya, pemprov akan menunda pembayaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi pejabat wajib lapor yang tidak menyampaikan LHKPN hingga Maret. Sebab, pelaporan LHKP ini wajib bagi pejabat negara sebagai deteksi dini tindakan korupsi.
“Tidak ada toleransi. Itu salah satu sanksi. Kita tahan TPP,” ujar kepala BKD itu.
Menurutnya, selain pelaporan kepatuhan dalam pelapor, yang tak kalah penting adalah harta kekayaan yang dilaporkan juga harus benar.
“Kita petakan mana yang patuh. Karena kepatuhan ini juga penting. Makanya kita ingatkan untuk yang wajib lapor ini segera melaporkannya,” katanya.
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, meminta pejabat di Pemprov patuh. Ia mengaku sudah berkoordinasi langsung dengan KPK. Jika tidak segera melapor hingga batas waktu, sebaiknya tidak lagi menjabat.
“Bagi yang tidak patuh, tidak usah mengemban amanah. Apalagi sebagai pejabat di lingkup pemprov. Saya bisa lihat keseriusan pejabat dari LHKPN ini,” tukasnya.