RAKYATKU.COM - Presiden RI Joko Widodo mencabut remisi pembunuh jurnalis di Bali setelah 48.000 meneken petisi. Padahal, sebelumnya Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menolak merevisi karena menganggap sudah sesuai prosedur.
Yasonna Laoly sempat menegaskan bahwa pemerintah tidak akan meninjau ulang Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Penjara Seumur Hidup Menjadi Hukuman Sementara.
"Bukan, itu prosedur normal. Itu sudah selesai," ujar Yasonna di kantor Kemenkumham, Jakarta, Senin (28/1/2019).
Menurut Yasonna, pemberian remisi kepada narapidana merupakan hal normal. Pemberian remisi perubahan kepada para narapidana itu, kata dia, sudah melawati pertimbangan mulai dari Lembaga Pemasyarakatan, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, hingga terakhir dirinya.
Ia juga menyebut pemberian remisi kepada narapidana pertama-tama diusulkan dari Lapas. Setelah penilaian dari TPP dilakukan, TPP tingkat Lapas mengusulkan ke Kanwil Kemenkumham.
Menurut Yasonna, TPP tingkat Kanwil lantas menyampaikan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Di tingkat Dirjen kemudian membentuk TPP kembali untuk melakukan penilaian. Oleh karena itu, kata Yasonna, proses pemberian remisi tersebut tidak ada hubungannya dengan pertimbangan dari presiden.
"Bukan hal khusus. Kenapa? Bersama beliau ada ratusan orang yang diajukan. Bukan hanya dia. Tidak ada urusannya dengan presiden. Itu sudah umum dan presiden-presidennya melakukan hal yang sama," jelasnya.
Yasonna juga sempat menjelaskan latar belakang pemberian remisi perubahan kepada otak pembunuh wartawan Radar Bali AA Gde Bagus Narendra Prabangsa, I Nyoman Susrama tersebut.
Alasan Menkumham memberikan remisi perubahan karena I Nyoman Susrama hampir sepuluh tahun dipenjara dan berkelakuan baik serta mempertimbangkan umurnya yang sudah tua.
"Dia sudah 10 tahun (dipenjara) tambah 20 tahun, 30 tahun. Umurnya sekarang sudah hampir 60 tahun. Dan dia selama melaksanakan masa hukumannya, tidak pernah ada cacat, mengikuti program dengan baik, berkelakuan baik," ungkap Yasonna.
Namun, desakan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, dan Forum Pers Mahasiswa Jakarta membuat Presiden Joko Widodo akhirnya turun tangan.
Ketua Umum AJI Indonesia Abdul Manan mengatakan, pemberian remisi tersebut melukai perasaan pers karena orang yang melakukan pembunuhan secara keji terhadap wartawan mendapatkan pembebasan. Mendapatkan pengurangan hukuman.
Susrama adalah mantan caleg PDIP pada Pemilu 2009. Dia divonis seumur hidup oleh Ketua Majelis Hakim, Djumain, di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, pada 15 Februari 2010. Ia mulai mendekam di Rutan Klas IIB Bangli sejak 26 Mei 2009.
Ia divonis berdasarkan putusan PN Denpasar Nomor 1002/Pid.B/2009/PN.DPS tanggal 15 Februari 2010 juncto Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 29/PID/2010/PT.DPS tanggal 16 April 2010 juncto Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1665 K/PID/2010 tanggal 24 September 2010.
Pencabutan remisi terhadap Susrama dilakukan Jokowi bertepatan peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2019 di Surabaya, Sabtu (9/2/2019).
Seseorang bertanya kepada Jokowi, "Bapak bagaimana soal pencabutan remisi terhadap pembunuh Prabangsa?". Jokowi menjawab, "Sudah, sudah saya tanda tangani."
Ketika dikonfirmasi, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly tidak menjawab gamblang. "Saya kira sudah ditandatangani Presiden. Konfirmasi ke Menteri Sekretaris Negara ya," kata Yasonna.
Mengaku Lalai
Berbeda dengan Menkumham Yasonna Laoly, Dirjen Pemasyarakatan, Sri Puguh Budi Utami menyebut lembaganya tidak memeriksa secara detail nama-nama calon penerima remisi, termasuk Susrama.
"Kami tidak melakukan profiling satu per satu (pada penerima remisi)," kata Sri di Denpasar, Bali, Sabtu (2/2/2019). "Ada aspek rasa keadilan masyarakat yang luput dari kami untuk memahami kasus secara holistik," lanjutnya seperti dikutip dari BBC News Indonesia.
Susrama adalah adik kandung mantan Bupati Bangli, Nengah Arnawa.