RAKYATKU.COM, BULUKUMBA - Sengketa lahan pemukiman karet, yang melibatkan PT. Lonsum dan warga kawasan adat Tana Kajang, hingga kini masih terus berlangsung.
Pemerintah Daerah Bulukumba, terus melakukan mediasi terhadap dua kubu, agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
Bupati Bulukumba AM Sukri A Sappewali bersama Kapolres Bulukumba, Dandim 1411 dan Kajari Bulukumba, melakukan mediasi dengan turun langsung menemui pemangku adat Ammatoa, untuk membahas konflik yang terjadi hingga kini.
Saat ini kata AM Sukri, Pemkab Bulukumba, sedang melaksanakan negosiasi dengan PT. Lonsum, yang masih memegang HGU Pengelolaan Lahan yang akan berakhir Tahun 2023.
A Sukri bahkan berjanji di hadapan masyarakat adat Kajang, untuk berusaha maksimal membantu masyarakat Kajang, menyelesaikan sengketa tanah ini.
"Mari kita selalu menjaga situasi di daerah ini, untuk tetap dalam kondisi yang aman dan terkendali. Mari kita saling menyayangi, jangan saling berhadap-hadapan. Apalagi terjadi kontak fisik, yang bisa berdampak negatif bagi kita semua," pinta AM Sukri.
Bupati Bulukumba juga berharap kepada seluruh masyarakat Kajang, yang merasa memiliki lahan dan pemilik tanah adat Kajang, untuk menahan diri, agar tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan diri sendiri dan masyarakat adat Kajang.
"Kita sudah membentuk tim kecil, untuk menyelesaikan persoalan ini. Pak Kapolres, Dandim dan Kajari akan bahu membahu bersama saya, untuk menyelesaikan konflik yang sudah lama terjadi di daerah kita," ujarnya.
Sebagai langkah awal, pihaknya sudah tidak mengizinkan PT. Lonsum untuk mengelola 8 hektare kawasan tanah adat. Lahan itu akan diperbaiki untuk penghijauan.
"Hasil pertemuan hari ini dengan Ammatoa dan Para Galla/Kepala Desa, akan kami bawa ke pusat untuk membicarakan dengan PT. Lonsum, dan Tim Kecil yang telah terbentuk," jelas AM Sukri.
Sementara itu, Ammatoa sangat berharap, agar pemerintah segera menyelesaikan persoalan tanah adat ini. Karena, tanah adat ini merupakan tanah kehidupan, yang dapat menghidupi masyarakat adat Kajang.
"Masyarakat adat Kajang butuh lahan adat, untuk dikelola sehingga mereka bisa bertahan hidup. Sudah terlalu lama PT Lonsum mengelola tanah adat kami, tapi mereka tidak pernah memperhatikan kehidupan kami di sini," ujar pemangku adat, dalam bahasa Konjo.
Suasana pertemuan di Ruang Pertemuan di Kawasan Adat Tana Toa Kajang, Jumat, (8/2/2019).
Menurut Sukri, ada beberapa alternatif solusi untuk percepatan penyelesaian sengketa Tanah Adat Kajang. Di antaranya, pengosongan lahan atau tanah adat untuk percepatan pengukuran HGU, dan ini akan dikawal bersama DPRD saat pertemuan nantinya di Jakarta.
Terkait dengan rencana pihak PT Lonsum, untuk memperpanjang HGU, sebelum pemerintah kabupaten mengeluarkan rekomendasi, batasan tanah adat dan tanah masyarakat, harus jelas. Pihak Lonsum harus memiliki AMDAL.